Rabu 16 Jul 2014 22:08 WIB

Komunitas Afrika di Melbourne Tepis Diskriminasi Lewat Buka Puasa

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Melbourne, dikenal sebagai kota dengan tingkat keragaman budaya atau multikultur yang tinggi di Australia. Ada 140 kebangsaan yang tercatat di Melbourne dan mereka hidup berdampingan.

Dengan keberagaman etnis dan budaya, tak jarang terjadi gesekan antara satu etnis dengan etnis lainnya. Etnis-etnis tertentu seringkali menjadi target diskriminasi, salah satunya adalah etnis Afrika.

Suasana berbuka puasa bersama komunitas Afrika di Melbourne (Foto: Erwin Renaldi)
"Harus diakui, kita semua tahu kalau beberapa keturunan Afrika seringkali mendapat perlakuan yang kurang baik, termasuk dari polisi," ujar Ken Lay, Komisaris Kepolisian Victoria, baru-baru ini.

"Tapi kita berusaha untuk tidak terjerumus pada stereotype tersebut."

Ken Lay, Komisaris Kepolisian Victoria (Foto: Erwin Renaldi)
Gesekan antar etnis dan budaya tentunya bisa dikurangi jika warga saling mengenal budaya dan etnis lain dengan lebih baik.

Inilah yang dilakukan oleh kelompok Australian Intercultural Society dan African Think Tank, dengan menggelar berbuka puasa bersama komunitas Afrika di negara bagian Victoria.

Bertempat di salah satu hotel bintang lima di pusat kota Melbourne, buka puasa ini tidak menyajikan makanan khas Afrika.

Tetapi makan malam justru menampilkan sejumlah pembicara dari berbagai kalangan, seperti kepolisian, komisi hak asasi manusia, hingga perwakilan dari komunitas-komunitas lain.

Yamusa Al Hasan, salah tamu yang hadir di acara buka puasa bersama (Foto: Erwin Renaldi)
Yang uniknya, pada jamuan makan malam, para tamu duduk mengelilingi meja. Di tiap-tiap meja ini terdapat lebih dari dua orang warga Australia keturunan Afrika.

Setiap tamu-tamu bisa bertanya soal budaya Afrika dan pengalaman mereka hidup di Australia, dan sebaliknya.

"Menurut saya acara ini sangat fantastis, menjadi ajang yang bagus untuk berkenalan, selain juga bisa memperkenalkan agama Islam," ujar Yamusa Al Hasan, warga keturunan Sudan yang sudah lebih dari 25 tahun tinggal di Australia.

"Bahkan di meja, kami memiliki perbincangan yang lebih menarik seputar kehidupan sehari-hari, jadi kesempatan yang baik untuk saling mengenal," tambah Al Hasan kepada Erwin Renaldi, reporter ABC International.

Saling mengenal lewat berbuka puasa dan makan malam (Foto: Erwin Renaldi)
Umat Muslim di Australia relatif dihargai keberadaanya, terlebih semakin banyak yang mengetahui apa itu ajaran Islam.

Tetapi tetap saja ada beberapa kelompok minoritas yang menentang ajaran-ajaran Islam, termasuk diantaranya pembangunan sejumlah masjid.

Salah satunya adalah pembangunan masjid di kawasan Bendigo, sekitar dua jam dari Kota Melbourne.

Rencana pembangunan masjid ini mendapat tentangan keras dari sejumlah orang, dan rencananya akan diselesaikan di meja hijau tanggal 17 Juli mendatang.

"Tetapi Islam memiliki hak untuk hidup dengan damai, bukan untuk diusik, atau diancam," ujar Komisaris Kepolisian Victoria, Ken Lay saat diminta tanggapan soal pembangunan masjid.

"Demi nama toleransi, Kepolisian Victoria akan melawan hal yang tadi telah disebutkan. Saya mengucapkan selamat beribadah di bulan Ramadan."

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement