REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
Israel tak mengerti arti kebebasan untuk warga Gaza.
Seorang profesor bidang manajemen, Radwan abu Haseera (36 tahun), mengutarakan, rakyat Palestina mempunyai hak mempertahankan diri melawan pendudukan.
Abu Anas (45) mengatakan warga menginginkan perubahan dan perdamaian, bahkan jika itu berarti kompromi. “Orang-orang di sini terlihat tegar, tetapi secara psikologis mereka sangat lelah,” katanya.
Dia bercerita, putrinya yang berusia dua tahun melihat awan di langit dan berpikir itu merupakan kepulan asap dari roket. Putrinya melihat bintang-bintang dan berpikir itu adalah pesawat terbang.
Penanggung jawab program Daarul Quran Sunaryo Adityamoko mengungkapkan, cita-cita anak-anak Gaza banyak yang ingin menjadi pejuang al-Qassam yang membela Palestina.
Dia melanjutkan, menjadi seorang pejuang al-Qassam merupakan motivasi terbesar yang membuat mereka semangat menghafalkan Alquran, selain sebagai budaya yang sangat dijaga rakyat Palestina.
“Mereka menghafalkan Alquran di manapun, dari di masjid hingga di tempat reruntuhan pascapeluncuran roket Israel. Dan, tak hanya berberapa anak saja yang ingin menjadi pejuang, tetapi hampir setiap anak yang saya temui menjawab hal yang sama,” ujarnya saat mengunjungi Republika, Rabu (16/7).
Daarul Quran mempunyai program Tahfidz Quran di Palestina. Pada Senin (14/7), Graha Tahfidz yang dijadikan tempat mereka mengajar dihantam bom Israel.
Sunaryo menuturkan, anak-anak Palestina termotivasi dengan para pejuang al-Qassam yang jihad dan meninggal dunia dalam keadaan mati syahid membela tanah kelahiran.
Tanah yang termasuk salah satu tanah suci untuk Islam itu merupakan letak kiblat pertama umat Islam, yakni Masjidil Aqsha.
Pria yang beberapa kali ke Gaza itu mengatakan, pejuang al-Qassam sangatlah tidak mudah dan benar-benar diseleksi ketat. Salah satu syaratnya, harus hafal Alquran 30 juz, selain memiliki fisik dan batin yang kuat.