REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) pecah barisan dengan Uni Eropa pada 16 Juli kemarin dengan mengumumkan sepihak sanksi atas Rusia yang mendukung aksi separatis ditimur Ukraina. AS memberi sanksi tegas kepada sejumlah perusahaan energi Rusia, industri keuangan, dan pertahanannya.
Secara khusus, AS akan membidik tiga sektor utama ekonomi Rusia secara komprehensif. Pertama, raksasa energi Rosneft. Kedua, delapan perusahaan senjata, termasuk Kalashnikov. Ketiga, dua lembaga keuangan perbankan. Sisanya, AS akan menargetkan tindakan tegas terhadap Komandan Militer Republik Donetsk yang baru saja mendeklarasikan diri, Igor Strelkov.
Dilansir dari Kyiv Post, Jumat (18/7), AS masih terus menekan Eropa supaya ikut memberikan sanksi dan hukuman pada Rusia yang dinilai mencaplok Krimea dan menghasut terjadinya kekerasan di Ukraina Timur.
Para pemimpin Uni Eropa sudah menyatakan bahwa sanksi mereka pada Rusia sudah berakhir pada 16 Juni kemarin. Banyak juga yang berharap Eropa akan sedikit lembut pada Kremlin. Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan sanksi AS itu akan menjadi bumerang bagi negara tersebut.
"Sanksi itu akan mendiring hubungan AS-Rusia ke jalan buntu dan menyebabkan kerugian yang lebih serius," ujar Putin.
Perdana Menteri Rusia, Dmitri Medvedev mengatakan bahwa semua sanksi AS itu sama sekali tidak membantu Ukraina dengan cara apapun. Sanksi Gedung Putih sengaja menargetkan industri militer Rusia untuk membatasi kemampuan mereka mengguncang Ukraina Timur. AS melakukan pembekuan aset terhadap delapan perusahaan BUMN pertahanan Rusia dan melarang individu atau perusahaan AS melakukan bisnis dengan mereka.