REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Iran dan enam negara besar pada Jumat (19/7) menyepakati perpanjangan waktu perundingan sampai empat bulan ke depan mengenai sengketa nuklir yang diharapkan dapat mengakhiri sejumlah sanksi terhadap Tehran dengan imbalan pembatasan program pengayaan uranium.
Sebelumnya, Iran dengan lima anggota tetap Dewan Keamanan ditambah Jerman (P5+1), menetapkan 20 Juli sebagai batas tenggat waktu untuk menyelesaikan kesepakatan jangka panjang yang akan menyelesaikan sengketa nuklir Iran. Namun sejumlah diplomat mengatakan bahwa mereka belum dapat perbedaan signifikan di antara berbagai pihak mengenai persoalan tersebut. "Kami telah mencapai kesepakatan untuk memperpanjang perundingan," kata seorang diplomat senior Iran kepada Reuters.
Perpanjangan tersebut disepakati pada Jumat (18/7) dan mulai berlaku 21 Juli. Perundingan nuklir itu sendiri akan dilanjutkan pada September mendatang dan diharapkan selesai akhir November, demikian sejumlah utusan mengatakan. Sejumlah pihak sebelumnya telah memperkirakan kegagalan Iran dan P5+1 memenuhi tenggat waktu 20 Juli karena adanya sejumlah perbedaan sikap dalam sejumlah masalah.
Salah satu persoalan tersebut adalah sejauh mana kapasitan yang diberbolehkan bagi Iran untuk memproduksi energi nuklir dan bagaimana mengatasi persoalan masa lalu Tehran yang diduga melakukan penelitian pengembangan bom atom. Perundingan itu sendiri dimulai di Wina pada Februari.
Perundindang di Wina itu bertujuan untuk membuat permanen kesepakatan sementara yang tercapai di Jenewa pada November 2013. Pada waktu itu, negara P5+1 mencabut sanksi ekonomi bagi Iran dengan imbalan pemberhentian sementara sejumlah aktivitas nuklir. Sejumlah negara Barat khawatir Iran bertujuan mengembangkan persenjataan nuklir. Di sisi lain, Tehran membantah tuduhan tersebut.
Negara P5+1 ingin agar Iran mengurangi sejumlah besar program pengayaan uraniumnya untuk memastikan Tehran tidak mencapai kemampuan membuat bom nuklir.Sementara Iran ingin agar sanksi-sanksi yang merusak perekonomiannya segera dicabut secepat mungkin.
Iran juga bersikeras bahwa mereka mempunyai hak untuk mengembangkan program energi nuklir yang mencakup produksi bahan bakar atom. Negara Barat khawatir bahan bakar tersebut, jika diproses lebih lanjut, dapat dimanfaatkan untuk membuat bom.