Ahad 20 Jul 2014 20:17 WIB

Laporan dari Gaza (1): Serangan Israel Membabi Buta, Gaza Kian Mencekam

Serangan Israel terus memakan korban tewas dari kalangan anak-anak Palestina. (ilustrasi)
Foto: EPA/Mohammed Saber
Serangan Israel terus memakan korban tewas dari kalangan anak-anak Palestina. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Memasuki hari ke 14 agressi militer Israel, jalur gaza semakin mencekam. Pada awalnya militer zionis hanya melakukan serangan melalui udara dengan menggunakan pesawat tempur f16 dan pesawat tanpa awak "drone" nya, namun memasuki hari kesembilan mereka mulai menyerang jalur gaza dari berbagai arah hingga detik ini.  Dari udara, laut dan darat.

Kontributor Republika, Muhammad Husein melaporkan dari Gaza, serangan semakin brutal sejak perang darat di mulai. Kamis (17/7) malam, Perdana Menteri netanyaho mengeluarkan pernyataan resmi dan memerintahkan militernya untuk memulai serangan darat atas jalur Gaza.

Sejak itu juga ratusan warga Gaza yang tinggal di wilayah perbatasan mulai terlihat berjalan kaki meninggalkan tempat tinggal. Mereka meninggalkan  harta benda dan selanjutnya menuju lokasi yang dirasa lebih aman. Sebagian mereka mengungsi ke rumah kerabat mereka yang tinggal jauh dari wilayah perbatasan.

Sebagian yang lain yang tidak memiliki kerabat di perkotaan memilih mengungsi di banguna bangunan sekolah milik UNRWA. Sejak dimulai nya serangan darat suara suara dentuman bom dari artileri dan meriam tidak kunjung henti. Kepulan asap terlihat membumbung tinggi setiap menitnya. Tank tank dan artileri serta meriam milik militer israel terus melepaskan pelurunya ke arah permukian warga.

Radio dan televisi lokal jalur Gaza terus menyiarkan secara update korban yang jatuh dari pihak warga Gaza. Dalam satu harinya korban tewas berkisar antara 30 hingga 60 jiwa. Sementara korban luka berat dan rinngan dalam satu harinya berkisar antara 150 hingga 200 orang.

Jalan jalan utama jalur gaza terutama di wilayah utara lengang. Tidak tampak adanya pergerakan kendaraan baik itu roda empat atau pun roda dua. Hanya sesekali kendaraan ambulan yang diikuti suara sirine terlihat lalu lalang menuju lokasi ledakan dan  mengangkut  korban jiwa dan korban luka.

Dari tempat saya tinggal, saya  bisa melihat dan mendengar ledakan terjadi hampir setiap detiknya. Saya tinggal bersama 18 relawan MER-C di bangunan rumah sakit yang berlokasi di wilayah utara jalur Gaza tepatnya di sebuah kota perbatasan bernama Bait Lahiya. Wilayah utara jalur Gaza memiliki tiga kota perbatasan yaitu Jabaliya, Bait Lahiya, dan Bait Hanun. Namanya juga kota perbatasan, intensitas serangan di daerah ini lebih gencar dibanding kota kota lainnya di jalur Gaza.

Hal itu jugalah yang menyebabkan beberapa tetangga rumah sakit indonesia mulai mengungsi ke wilayah  yang lebih jauh jaraknya dari garis perbatasan. Seperti salah seorang pemuda yang juga merupakan kawan saya sehari hari yang bernama "Muhammad Abu Nada 21". Ketika saya berbicara dengan dia di sebuah jejaring sosial, saya menanyakan kondisi dia dan keluarganya.

"Kami sudah mengungsi ke rumah saudara saya di kamp pengungsian Jabaliya sejak hari hari awal agresi militer," jawabnya.

Saya tenang mendengar hal tersebut karena dari jendela kamar, saya bisa melihat jelas bahwa berkali kali serangan udara menggempur wilayah sekitar rumah muhammad yang lokasi memang dekat dengan lokasi tempat peluncuran para pejuang palesitina dalam melakukan serangan balasan.

Lain halnya dengan kawanku yang lain, Ahmad Sabbah. Ketika saya tanya  bagaiamana kondisi keluarga dan tetangganya? Apakah akan mengungsi jika tetara Israel berhasil menembus pertahaan para pejuang Palestina di perbatasan?. Ahmad menjawab, " Kami dalam keadaan baik baik saja, sampai saat ini tidak ada rencana mengungsi dan bagi kami itu hal mustahil."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement