REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Pada 22 Juli lalu, PM Australlia, Tonny Abbott menyampaikan partisipasi Australia dalam satuan polisi multinasional di Ukraina timur. Kebijakan itu menyusul jatuhnya pesawat MH17, milik Malaysian Airlines di kawasan Ukraina, belum lama ini.
Abbott menyatakan, pengamanan di TKP paling baik dilakukan oleh negara-negara yang telah diperlakukan secara tidak adil. Rabu (23/7), Tony Abbott menggambarkan desakan untuk mengirim pasukan besar tentara bersenjata sebagai langkah yang sepenuhnya spekulatif dan ia tak menyetujui spekulasi apapun dalam kasus ini.
Ia menuturkan, Australia memerlukan adanya pencarian forensik secara menyeluruh di lokasi jatuhnya pesawat, jika berbagai pihak ingin seluruh jenazah ditemukan. “Saya akan terus berbicara kepada para pemimpin negara selama 24 atau 48 jam ini,” ucapnya.
Jenazah para korban MH17 gelombang pertama telah dilepas oleh Komandan Marshal Angus Houstin dalam sebuah upacara di Kharkiv.
“Kita di sini hari ini, yakni perwakilan dari banyak negara yang tersentuh oleh tragedi MH17, untuk menghormati semua yang telah hilang, untuk memberi penghormatan kepada mereka sebelum kembali pulang,” ujar sang Komandan.
Gubernur Jenderal Sir Peter Cosgrove akan menerima jenazah para korban MH17 di Belanda.
Tony Abbott telah memperingatkan bahwa identifikasi korban MH17 akan berjalan alot. “Dibutuhkan beberapa waktu tapi personel kami, baik dari Australia dan Belanda, adalah yang terbaik dan paling berpengalaman di dunia,” imbuhnya.