Kamis 24 Jul 2014 20:14 WIB

Ditabrak Taksi di Melbourne, Warga Indonesia Kini Hidup dengan Satu Kaki

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Ismail Marzuki, seorang awak kapal yang kebetulan saja berada di Melbourne, Australia, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah total. Pria asal Muara Dua, Sumatera Selatan, ini ditabrak taksi, dan akibatnya, kakinya harus diamputasi.

Semua itu bermula di Bandara Internasional Melbourne, Rabu 11 Juni yang lalu. Saat itu, pria berusia 32 tahun ini tiba dinihari ke bandara dan sedang bersiap pulang ke Indonesia. Tanpa diduga sama sekali, di saat Ismail menurunkan koper dari mobil van yang mengantar rombongan mereka, sebuah taksi menabraknya dari belakang.

Akibat ditabrak, Ismail sempat koma selama lima hari, sebelum para dokter di RS Royal Melbourne mengamputasi bagian bawah kaki kirinya, sementara tulang kaki kanannya sampai sekarang masih retak, sehingga belum bisa digunakan untuk menapak.

Ketika ditemui Erwin Renaldi dan Rama Aditydarma dari ABC International, Rabu (23/7/2014), Ismail sedang menjalani fisioterapi yang masih akan dijalaninya selama beberapa bulan mendatang.

Terlepas dari nasib buruk yang menimpanya, Ismail mengaku tetap tabah dan pasrah kepada Tuhan. Meskipun sering menangis dan sedih karena kejadian yang menimpanya ini, Ismail menganggapnya sebagai cobaan dan berpasrah kepada Tuhan.

Ismail sebenarnya tidak memiliki rencana untuk berada di Melbourne. Ketika itu dia sedang bekerja di kapal untuk mengirimkan kiriman minyak mentah dari Vietnam ke Geelong, sebuah pelabuhan sekitar 1 jam dari Melbourne. Namun ketika kontrak yang dia miliki dengan kapal tersebut habis, Ismail kemudian harus pulang dan turun di pelabuhan terdekat.

https://publisher.radioaustralia.net.au/sites/default/files/images/2014/07/24/ismail with the therapist.jpg

Ismail sedang menjalani fisioterapi dengan salah seorang perawat di Royal Melbourne. (Photo: Rama Adityadarma)

Kebetulan saat itu kapal pengirim minyak memang sedang menuju ke Geelong. Dan di situlah seharusnya dia diturunkan untuk kemudian pulang ke Indonesia menggunakan pesawat dari Melbourne.

“Saya itu sampai di Geelong waktu itu sore sekitar jam empat sore, lalu subuhnya sudah langsung ke bandara,” tutur Ismail.

Kejadian itu sendiri membuatnya sedih - karena kejadiannya pas ketika menurunkan barang dari bagasi mobil. Lalu, tiba-tiba saja ia ditabrak taksi dari belakang.

“Kalau kecelakaannya itu waktu di parkiran atau waktu saya nyebrang mungkin memang salah saya, tapi ini saya sedang nurunin barang, kok tiba-tiba ditabrak,” kara Ismail, sedih.

Terlepas dari itu, Ismail tampak tidak menyalahkan pengendara taksi  yang menabraknya, dia justru menerima permintaan maaf dari penunggang taksi tersebut dengan lapang dada.

“Ketika saya masih di rumah sakit dia datang buat minta maaf,” katanya sembari tersenyum.

https://publisher.radioaustralia.net.au/sites/default/files/images/2014/07/24/ismail with wife.jpg

Ismail ditemani oleh istrinya Yeni Arlina. (Photo: Rama Adityadarma)

Ismail kini ditemani oleh istrinya Yeni Arlina yang sudah semenjak minggu pertama kejadian datang dari kampungnya untuk menemani sang suami. Meskipun harus melewati proses yang cukup pelik untuk berada di Melbourne Yeni bersyukur bisa mendampingi suaminya di masa sulit ini.

“Alhamdulilah bisa sampai sini, bisa ketemu,” katanya.

Yeni mengaku tidak percaya ketika mendengar kabar tentang suaminya dan shock ketika melihat keadaan suaminya di rumah sakit. Namun Yeni mengaku hanya bisa pasrah kepada kehendak dan rencana Tuhan.

“Hari pertama itu kaki memang belum diamputasi. Tapi karena peredaran darahnya nggak jalan maka terpaksa diamputasi,” jelas Yeni.

Setelah tertabrak, Ismail memang mengalami banyak masalah dengan otot dan syarafnya sehingga dia harus melewati berbagai operasi untuk menyambungkan otot, tulang, dan syarafnya sebelum kemudian keputusan untuk amputasi bisa diambil.

“Waktu saya habis tertabrak itu suara saya nggak keluar, katanya pita suara saya putus,” jelasnya.

“Sakit sekali waktu kejadian, dan saya sadar diri selama perjalanan hingga dibius, sakit, ketika itu di ambulans saya minta air putih, habis saya minum sedikit lega rasanya,” kata Ismail.

Ismail yang sudah memiliki anak berumur tiga tahun ini terpaksa menjalani bulan Ramadan di Melbourne. Terlepas dari itu, dia merasa bersyukur atas dukungan dari banyak komunitas Indonesia di Melbourne yang sering menjenguknya.

“Setiap sore itu biasanya ada yang ngirim makanan untuk berbuka puasa,” tambahnya lagi.

https://publisher.radioaustralia.net.au/sites/default/files/images/2014/07/24/ismail in training.jpg

Ismail Marzuki sedang menjalani terapi guna memperkuat kaki kanannya yang masih retak. (Photo: Rama Adityadarna)

Ismail dan Yeni mengaku sangat bahagia dengan dukungan yang diberikan dari komunitas Indonesia yang ada di Melbourne dan juga dari pihak konsulat yang menurut mereka sangat membantu.

“Dari saya datang sampai sekarang Alhamdullilah ada yang bantu,” tambah Yeni, baru-baru ini.

Tidak hanya memberi dukungan secara mental, Komunitas Surau Kita, salah satu komunitas Muslim Indonesia di Melbourne - terus memberikan dukungan termasuk mempersiapkan supaya Ismail dapat beribadah untuk Hari Raya Idul Fitri di Melbourne.

Rencananya Ismail akan dibawa untuk melaksanakan ibadah salat idul fitri di daerah Brunswick, yang memang tidak jauh dari lokasi RS Royal Melbourne.

Segala biaya perawatan Ismail di RS dan selama rehabilitasi ditanggung oleh TAC (Transport Accident Commission). Inilah komisi yang mengurusi keceakaan lalu lintas di Australia . Untuk ke depannya, TAC juga akan menanggung biaya hingga rehabilitasinya selesai dan hingga Ismail dapat berjalan kembali dengan kaki palsu.

Tidak hanya itu, perusahaan tempat dia bekerja juga telah membiayai kedatangan sang istri ke Melbourne. Bulan depan, sang istri akan kembali ke Indonesia untuk menjemput anak mereka yang kini berusia tiga tahun.

Fasilitas yang disediakan dari pusat rehabilitasi sendiri cukup baik, hingga saat ini Ismail mendapatkan perawatan fisioterapi secara rutin dan yang juga dihadiri oleh penerjemah untuk membantunya berkomunikasi dengan terapis.

Untuk dapat berjalan kembali, sepertinya Ismail masih memerlukan waktu cukup lama. Ketika ditanya kapan bisa pulang, Ismail dan istrinya mengaku belum tahu. Menurut mereka untuk kaki kanannya dapat berdiri lagi masih akan membutuhkan waktu empat minggu. “Kalau kaki kanan sudah bisa menapak baru bisa dipasang kaki palsunya,” kata Yeni. Masih butuh waktu lama.

Tapi Ismail, memang, terbilang orang yang sabar.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement