REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel mendapatkan penangguhan larangan penerbangan ke wilayahnya, Kamis (24/7). Larangan penerbangan ini sebelumnya diberikan oleh AS, sebagai bentuk hukuman parsial atas gencatan senjata yang tak kunjung dilakukan Israel.
Hal ini semakin mendorong terjadinya pertempuran di Jalur Gaza. Israel tak henti-hentinya melakukan serangan, yang pada hari ke 17 ini telah menewaskan hingga sekitar 718 warga Gaza. Korban kebanyakan adalah warga sipil, yang banyak diantaranya adalah wanita dan anak-anak.
Israel mengatakan mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk menghancurkan terowongan yang sering digunakan oleh Hamas untuk memasuki wilayah mereka. Hal ini, menurut mereka harus dilakukan dengan terus mengintensifkan serangan.
AS telah mendorong Israel untuk segera melakukan gencatan senjata. Dengan bantuan Mesir, mereka bersama-sama meminta Israel dan Hamas saling melakukan gencatan senjata untuk alasan kemanusiaan. Gencatan senjata terutama dibutuhkan untuk dilakukan pada akhir pekan, menjelang hari raya Idul Fitri.
Namun, seorang pejabat senior AS mengatakan gencatan senjata sangat tidak mungkin dilakukan dalam beberapa hari kedepan. Menurutnya, Israel tidak mungkin menyelesaikan penghancuran terowongan hanya dalam dua hari. Ia menambahkan , setidaknya empat hari dibutuhkan untuk melakukan hal tersebut.
"Saya tidak yakin gencatan senjata dapat dilakukan dalam waktu dekat. Bahkan, meski gencatan senjata kemanusiaan dilakukan kami akan terus menghancurkan terowongan," ujar Yaakov Peri, mantan kepala Badan Keamanan israel, yang saat ini menjabat sebagi politisi untuk Yesh Atid.
Hal ini membuat banyak pihak yang meragukan gencatan senjata dapat dilakukan, setidaknya saat warga Gaza hendak merayakan hari raya Idul Fitri, yang hanya berlangsung satu tahun sekali. Pejabat kesehatan Palestina mengatakan, mereka bahkan tidak dapat melakukan evakuasi para korban di Gaza akibat gencatan senjata yang tak kunjung dilakukan Israel.