REPUBLIKA.CO.ID, Oleh David Blair, Bani Suheila, Gaza
Satu mil di sebelah timur perbatasan Gaza dengan Israel, sebuah jalan yang biasanya ramai terlihat sepi senyap. Semua toko tutup, tidak ada yang berani lalu lalang. Rumah-rumah beratap rata berdiri kosong. Sejak pasukan Israel memasuki Gaza, tentara dan tank-tank berusaha mengukir zona di sepanjang perbatasan, di mana Hamas tak dapat meluncurkan roket atau menyusup lewat terowongan.
Seorang tetangga membawa mereka dengan mobil van agak jauh. Semua orang saling berhimpitan di dalam mobil. Tak lama kemudian tetangga itu sangat ketakutan karena ada rentetan tembakan. Ia berhenti mengemudi dan melarikan diri.
Keluarga itu terpaksa berjalan hingga Khan Younis. Di sana mereka menemukan tempat perlindungan di sebuah sekolah yang dikelola PBB. Namun, Latifa kebingungan. Anaknya yang berumur 12 tahun, Yassin, hilang. Selama tiga hari dia tidak diketahui keberadaannya.
Seorang wanita Palestina memegang bendera putih saat ia meninggalkan rumahnya bersama anak perempuannya. Mereka lari dari serangan Israel di sebelah timur Khan Younis ke sebelah selatan Jalur Gaza. “Bayangkan apa yang saya rasakan. Anak saya satu-satunya hilang. Saya tidak bisa menemukannya dan tidak ada berita tentang dia,” kata Latifa.
Yassin akhirnya ditemukan dirawat oleh kerabatnya dan dapat bersatu kembali dengan ibunya. “Aku hanya bisa menangis karena bahagia,” kata Latifa. “Sekarang kita semua bersama-sama, tapi selalu merasa takut.”
Khan Younis masih bertahan dari beberapa serangan udara terberat yang dilakukan Israel. Ledakan sering bergema di sekolah tempat Latifa dan anak-anaknya tidur di ruang kelas.
Tahrair Rouk tinggal di Khuzaa, pinggiran kota yang hanya beberapa ratus meter dari perbatasan. Ia tinggal dengan putranya, Ahmed (2) dan Mahmoud (5). Dia melarikan diri Senin (21/7) setelah rudal meledak di dekat rumahnya dan melukai Ahmed.
“Kami meninggalkan rumah kami dengan hanya pakaian yang kita kenakan,” kata Rouk. “Kami berjalan. Ada ledakan di sekitar kami. Semua orang jatuh terkena, dan saya pikir anak-anak saya sudah mati.”
Dengan dua anak berpegangan di kanan dan kirinya, Rouk berlari hingga menemukan tetangganya yang membawa mobil. Ia mengantar Rouk ke Khan Younis. Dia meninggalkan kotanya kosong di bawah kendali militer Israel. “Ada tentara-tentara Israel di tiap bangunan tinggi,” kata dia.
“Mereka datang dengan pengeras suara dan berkata ini zona militer tertutup.”
Selama pemboman, kakak ipar Rouk tewas. Israel berjanji bahwa tiap orang akan dapat kembali ke rumah mereka ketika pertempuran berakhir. Ini tidak berlaku untuk Rouk. Kamis (24/7), ia melihat rumahnya benar-benar hancur.
Reporter: C92 (Sri Handayani)