REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) meminta China memperlambat pertumbuhan ekonominya sebagai efek reformasi struktural. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada 2015 bisa di bawah 7 persen atau antara 6-7 persen.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi China diperlukan untuk kepentingan jangka menengah dan panjang tidak hanya perekonomian China tetapi juga global. Menurut IMF, China harus mengatasi kerentanan dalam ekonomi dan reformasi struktural untuk memperkuat pondasi ekonomi.
"Memang, untuk jangka pendek reformasi ini berdampak pada perlambatan ekonomi China, tetapi jauh lebih menguntungkan untuk jangka menengah dan panjang," demikian pernyataan IMF yang termuat dalam situs resmi lembaga keuangan global tersebut baru-baru ini.
China mengalami persoalan serius pada investasi dan kredit menyusul krisis keuangan di AS dan Eropa. Akibatnya, sistem finansial negeri tirai bambu itu mengalami persoalan dan memunculkan kerentanan keuangan. Untuk mengatasi masalah ini, IMF memberi resep reformasi struktural sektor keuangan hingga peregangan mata uang.
Pada 2013 China mencatat pertumbuhan ekonomi 7,7 persen di mana pada 2014 ini IMF memprediksi turun menjadi 7,5 persen. Pada 2015, pertumbuhan ekonomi China diperkirakan kurang dari 7 persen.
"Jika China berhasil menjalankan agenda reformasi dan perbaikan struktur ekonomi maka itu akan menjaga keseimbangan dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi mereka," kata IMF.
IMF kembali mengingatkan Beijing bahwa negeri naga ini masih menjadi pendorong utama ekonomi regional dan global. Sedikit saja ekonomi China "batuk-batuk", maka akan berdampak pada ekonomi negara-negara lain, termasuk Indonesia.