REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Berita negatif yang bikin miris, ‘pintu Rafah’ sebagai satu-satunya akses ke Jalur Gaza, dibuka-tutup semaunya oleh otoritas Mesir. Karena itulah, bantuan dunia ke Gaza terhambat. Bahkan tak semua lembaga dunia bisa dapat izin masuk Gaza. Apakah lantas dunia ‘berhenti’ membantu Gaza?
Benar, pemerintah Mesir mengetatkan aturan masuk ke Palestina (melalui pintu Rafah). Sampai tulisan ini dibuat, sejumlah lembaga nonpemerintah (NGO) Eropa seperti MSF, NGO Norwegia, Swedia, dan Denmark juga terhalang dalam upaya menyalurkan bantuan secara langsung pada korban di Gaza. NGO Eropa bahkan tidak mendapat surat izin dari Kementerian Mesir sama sekali.
"MAPIM (Majelis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia/Malaysian Consultative Council of Islamic Organisation) sudah empat kali mencoba sejak April lalu, tetap tak berjaya,” kata Direktur ACT Cabang Malaysia, Mohammad Riadz Hasyim yang memimpin Tim SOS Palestine kedua tahun ini. Salah satu pertimbangan sehingga ACT Malaysia memimpin tim, karena Malaysia sejak lama bebas visa ke Mesir.
Tim kedua ini merupakan ikhtiar setelah melewati berbagai persiapan selama sepekan di Kairo. Prosedur sudah dilakoni, pelaporan rencana ke pihak Kedutaan Besar RI dan Kedutaan Malaysia di Kairo, berkoordinasi dengan NGO dan badan lain sebagai langkah mencari peluang masuk ke kawasan yang menjadi sasaran pemboman Zionis Israel. Tim sebelumnya, terganjal masalah yang sama. Mereka mengurus proses perizinan melalui Jordania, dipimpin Andhika Purbo Swasono.
ACT menyiapkan sejumlah personel strategisnya untuk siap merespons krisis Palestina, meskipun giliran keberangkatan tak bisa ditetapkan segera. “Kabar terhambatnya tim Indonesia dan Malaysia masuk Gaza bukan berarti bantuan tak tersalur. Semua bisa masuk Gaza, insyaAllah, dengan banyak ikhtiar, doa dan keyakinan. Risiko apapun, sudah menjadi hal yang siap dihadapi para pegiat kemanusiaan. Masyarakat Indonesia dan Malaysia di manapun berada, selain membantu dana, do’akan kami sukses menunaikan amanah,” ungkap N. Imam Akbari, Senior Vice President ACT yang juga memimpin tim internasional Global Philanthropy Network (GPN), kepada ROL, Selasa (5/8).
Dari Kairo, ACT mendapat laporan, tim sudah bertemu dengan banyak NGO di sini. “Semuanya sedang mencari jalan untuk masuk,” tutur Riadz Hasyim lebih lanjut. Sebelumnya, tim juga sudah berkoordinasi dengan Red Crescent Egypt untuk mendapatkan surat izin memasok obat-obatan ke Gaza. Tim ACT juga sudah bertemu dengan NGO yang sudah berada di Cairo seperti MAPIM Malaysia dan Aman Palestine. Berbagai NGO juga berkoordinasi dengan UNRWA (The United Nations Relief and Works Agency).
“Hampir semua NGO ini menghadapi jalan buntu untuk mengirim relawan medis ke Gaza. Saat ini, hanya NGO dari Uni Arab Emirate, Saudi Arabia, Turki dan PBB yang bisa masuk ke Gaza. Itupun untuk suplai makanan dan obat-obatan. Waktu masuk juga terbatas hanya di saat ada gencatan senjata sementara di antara Hamas dan Israel,” kata Yusnirsyah Sirin, Tim ACT dari Global Partnership Network.