REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Militer Lebanon dan kelompok militan Islam menyepakati diberlakukannya gencatan senjata selama 24 jam pada Selasa (5/8) waktu setempat. Gencatan senjata ini dilakukan setelah empat hari pertempuran yang dipicu oleh perebutan wilayah kota perbatasan.
Menurut sumber keamanan, gencatan senjata tersebut akan memberikan peluang bagi mediator guna melakukan penyelidikan atas nasib 22 tentara yang hilang sejak para militan menguasai kota Arsal pada Sabtu. Selain itu, gencatan senjata akan dimanfaatkan untuk mengevakuasi para warga sipil, termasuk mereka yang terluka akibat konflik ini.
''Ini seperti gencatan senjata kemanusiaan,'' katanya.
Gencatan senjata yang mulai diberlakukan pada pukul 7 malam waktu setempat sempat dilanggar ketika pihak militer diserang. Namun, lanjutnya, serangan segera berakhir dan gencatan senjata mulai diberlakukan.
''Pertempuran terjadi tapi sekarang telah berakhir. Gencatan senjata masih berlanjut, tidak gagal. Yang terjadi telah diperkirakan karena perbedaan antara militan,'' katanya.
Sumber tersebut juga mengatakan para militan kalah dalam pertempuran. Ia pun berharap agar mereka segera meninggalkan Arsal sebelum gencatan senjata berakhir.
Para militan tersebut merupakan anggota Nusra Front, cabang al-Qaeda di Suriah, dan Negara Islam yang telah memperluas wilayah kekuasaannya di Irak dan Suriah.
Sumber pemberontak mengatakan sejumlah anggota Negara Islam telah tewas dalam pertempuran Arsal, termasuk pemimpin senior Abu Hassan al-Homsi yang telah bertanggung jawab membuat perangkap tersembunyi dan ledakan. Pemimpin lainnya yang tewas yakni berasal dari Yordania.