REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketegangan antara Israel dan Palestina yang tak kunjung usai membuat para peretas ikut memanas. Perusahaan riset keamanan Arbor Network melaporkan serangan cyber ke situs resmi Israel meningkat sejak invansi konflik dimulai awal Juli lalu.
Website lembaga pemerintahan, jasa keuangan dan lembaga militer menjadi sasaran utama dalam serangan tersebut. Termasuk badan intelejen Mossad dan kantor Perdana Menteri. Jumlahnya meningkat hingga 500 persen.
Sebagian besar adalah serangan baru dan tidak berbahaya yang dikenal dengan serangan Distributed Denial of Service (DDoS). Dalam melakukan serangan, hacker mengontrol beragam komputer pihak ketiga yang menginstruksikan mereka untuk menolak akses masuk ke dalam situs.
Sebelum terjadi konflik, jumlah serangan meningkat rata-rata 30 serangan per hari pada Juni. Setelah konflik, serangan meningkat tajam sebanyak 150 serangan per hari pada Juli.
Pada 21 Juli menjadi puncak dengan 429 serangan. Para peneliti belum mamapu melacak dari mana arahnya seranga itu. Tapi waktu terjadinya berkolerasi dengan meningkatnya konflik.
"Ada peningkatan yang jelas tidak hanya dalam jumlah serangan tetapi juga dalam ukuran serangan dan berapa lama mereka tahan. Yang menarik ketika terjadi gencatan senjata serangan juga ikut menurun," kata Kirk Soluk, manajer intelijen di Arbor yang dilansir Time, Jumat (8/8).
Ketua Komite Intelijen US Mike Rogers (R-Mich.) memperingatkan dalam sebuah wawancara di CBS, serangan cyber bisa menimbulkan risiko terhadap keamanan negara.
"Sejauh ini saya pikir Israel telah melakukan pekerjaan yang baik dalam mempertahankan diri dari serangan cyber. Tetapi jumlahnya kecil dan intensitas yang terus meningkat bisa memperluas dari konflik Israel dan Gaza ke penyerangan cyber untuk menghentikan operasi dan itu akan menjadi perhatiannya," ujar Rogers.
Tapi beberapa ahli mengatakan serangan itu hanya berdampak kecil bagi pemerintah Israel. Serangan justru berdampak bagi orang luar yang membuka situs tersebut. Pengguna mungkin butuh waktu yang cukup lama untuk membuka situs.
"Untuk dapat melakukan sesuatu yang efektif terhadap pemerintah Israel, Anda harus menjadi seorang hacker yang sangat canggih," ujar Wakil Presiden LightCyber, perusahaan jasa keamanan untuk pemerintah Israel, Giora Engel.
"Sekelompok aktivis tidak bisa melakukan kerusakan," tambahnya.