REPUBLIKA.CO.ID, ARBIL -- Amerika Serikat (AS) meluncurkan serangan udara putaran kedua melalui pesawat tempur ke Arbil, ibu kota wilayah Kurdi, Jumat (8/8) sore.
Serangan yang ditujukan untuk kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di wilayah tersebut dilancarkan beberapa saat setelah AS menyatakan akan melakukan upaya mencegah genosida dalam pertempuran.
Serangan udara AS diluncurkan melalui empat pesawat tempur dan drone. Sebelumnya pada serangan udara awal, bom seberat 500 pon dijatuhkan melalui dua pesawat tempur F-18 kepada anggota ISIS yang tengah melakukan perjalanan dari Arbil menuju perusahaan minyak AS di sekitar wilayah tersebut.
Pentagon mengatakan, peluncuran bom dari udara dipandu dengan menggunakan laser. Sehingga dapat sepenuhnya tepat mengenai sasaran.
Presiden AS Barack Obama secara resmi mengumumkan serangan udara ke Irak guna memerangi ISIS yang secara brutal menguasai wilayah negara itu. Serangan udara dari AS ini adalah yang pertama kalinya terjadi sejak pasukan mereka meninggalkan Irak pada 2011.
Serangan udara dianggap dibutuhkan untuk memukul mundur kekuatan ISIS yang semakin merajalela dan mengancam keselamatan banyak orang di Irak. Terutama etnis minoritas.
Banyak dari warga minoritas di Irak yang telah melarikan diri akibat serangan ISIS yang mengancam jiwa mereka. Namun, Obama mengatakan, serangan udara akan diluncurkan secara terbatas dan hati-hati. Sehingga mencegah terjadinya tindakan yang mengarah pada genosida.
"Pada awal pekan ini, sekelompok etnis minoritas di Irak telah meminta pertolongan kepada seluruh dunia. Selama ini, tidak ada satu pun pihak yang menolong mereka," ujar Obama dalam sebuah pernyataan di stasiun televisi nasional AS, Jumat (8/8).
Salah satu etnis minoritas yang sangat terkena dampak serangan ISIS antara lain sekte Yazidi kuno. Puluhan ribu anggota sekte ini terpaksa pergi ke wilayah yang jauh di tengah gunung gurun Irak untuk mencari perlindungan.
Hal ini karena ISIS secara paksa telah mengusir mereka dari rumahnya. Bahkan, mengancam akan membunuh jika para anggota sekte Yazidi tak menuruti perintah.
ISIS mengatakan serangan udara yang diluncurkan AS tidak memiliki dampak apa pun. Dengan penuh tantangan, ISIS mengatakan tidak ada yang dapat menghentikan pertempuran demi mendirikan sebuah negara kekhalifahan.
"Pesawat-pesawat tempur AS menyerang posisi yang mereka anggap strategis untuk mengenai kami, namun mereka salah. Kami telah dilatih untuk melakukan perang dengan taktik gerilya, sulit untuk menghentikan kami," ujar pernyataan dari ISIS kepada Reuters, Jumat (8/8).
Namun, seorang pejabat militer senior AS mengatakan serangan udara yang mereka luncurkan memberi dampak untuk memukul mundur kekuatan ISIS. Pasukan AS mengatakan serangan udara yang telah dua kali dilakukan di wilayah Irbil telah melukai beberapa anggota ISIS. Meski tidak dapat menyebutkan jumlah pasti.
"Kami yakin ada beberapa anggota ISIS yang telah terluka akibat serangan yang diluncurkan. Hal yang menambah keyakinan kami, saat ini ISIS tidak lagi melakukan serangan di Irbil," ujar pejabat militer AS, dilansir The Boston Globe, Sabtu (9/8).
Sejak meluncurkan serangan kepada Juni lalu, ISIS telah menguasai wilayah utara Irak. Tidak hanya wilayah, ISIS juga menguasai banyak sektor ekonomi dan potensial lainnya di dalam negara itu.
Bendungan terbesar di Irak juga dilaporkan telah dikuasai oleh ISIS. Hal ini dikonfirmasi oleh pihak berwenang Kurdi pada hari yang sama dengan peluncuran serangan udara AS, Jumat (8/8).
Dengan dikuasainya bendungan terbesar di negara tersebut, ISIS dikahwatirkan dapat melakukan serangan dengan membanjiri kota. Serta memotong pasokan air dan listrik yang menjadi kebutuhan pokok para warga.
Keadaan di Irak terus terguncang akibat serangan yang dilakukan ISIS terus berlangsung dan semakin meluas. Para politisi telah bertikai, meninggalkan keadaan dalam negara itu semakin lumpuh dan tidak stabil.
Banyak pihak yang menuntut Perdana Menteri Irak Nuri Al-Maliki untuk mundur dari jabatannya dan negara tersebut dapat dipimpin oleh seorang yang dapat diterima banyak pihak, termasuk minoritas.