Selasa 12 Aug 2014 06:04 WIB

Perjuangan Palestina Merdeka: Intifada, Roket, dan Surat Suara (6)

Rep: Harun Husein/ Red: Erik Purnama Putra
Beberapa anak kecil di Jalur Gaza, meninggal akibat serangan brutal militer Israel.
Foto: AP Photo
Beberapa anak kecil di Jalur Gaza, meninggal akibat serangan brutal militer Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, Bila tak ada aral melintang, akhir tahun ini hingga awal tahun depan, Palestina akan menggelar pemilu presiden dan pemilu legislatif. Pemilu ketiga di Tanah Palestina ini akan digelar setelah Fatah dan Hamas berhasil mencapai rekonsiliasi, dan membentuk pemerintahan bersatu.

Namun, baru saja Fatah dan Hamas bergandengan, Israel yang tak menolak pemerintahan bersatu itu, melancarkan operasi militer yang meluluhlantakkan Jalur Gaza, membunuh hampir dua ribu jiwa, dan melukai sekitar 10 ribu orang lainnya. Berikut lika-liku perjuangan Palestina-satu-satunya anggota Konferensi Asia Afrika yang belum merdeka--untuk memerdekakan diri, tiga dekade terakhir:

26 MARET 2010

Dua tentara Israel dan dua pejuang Hamas tewas dalam bentrok di perbatasan selatan Gaza dengan Israel.

4 MEI 2011

Pertemuan Fatah-Hamas yang disponsori oleh Mesir, berhasil mencapai kesepakatan untuk mengakhiri empat tahun pemisahan wilayah. Rekonsiliasi itu tertuang dalam Kesepakatan Mesir (Cairo Agreement) yang ditandatangani oleh Presiden Palestina Mahmud Abbas dan Kepala Biro Politik Hamas, Khalid Meshal. Abbas saat itu mengatakan lembaran hitam perpecahan selama empat tahun harus ditutup, dan berjanji akan segera mengunjungi Hamas di Jalur Gaza.

Sementara, Khalid Meshal mengatakan pihaknya siap membayar apapun harga untuk persatuan bangsa Palestina. Kedua belah pihak sepakat untuk kembali membentuk pemerintahan bersama. Pemerintahan transisi itu mem persiapkan penyelenggaraan pemilu presiden dan pemilu legislatif pada 2012.

Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu mengecam kesepakatan itu, dan menyebutnya sebagai “ledakan kematian bagi perdamaian, dan hadiah besar bagi teror”.

7 FEBRUARI 2012

Hamas-Fatah kembali melakukan pertemuan di Doha, Qatar, yang disponsori Emir Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani, yang berkeinginan mengakhiri konflik Fatah-Hamas. Banyak pihak yang menggambarkan kesepakatan yang dicapai Mahmud Abbas dan Khalid Meshal dalam pertemuan Doha, ini, merupakan langkah lanjutan dari pertemuan Kairo.

Dalam pernyataannya sebulan setelah pertemuan Doha, Abbas mengatakan Fatah dan Hamas telah berhasil menyepakati platform politik bersama, termasuk dalam masalah perdamaian dengan Israel. Abbas menyatakan Fatah dan Hamas sepakat untuk cooling down, baik di Gaza maupun Tepi Barat. Sedangkan dalam soal menghadapi Israel, Abbas mengatakan Fatah dan Hamas sepakat untuk melakukan perlawanan tanpa kekerasan, meneguhkan negara Palestina dengan perbatasan 1967, dan melanjutkan pembicaraan damai dengan Israel jika negara zionis tersebut menghentikan pembangunan pemukiman dan menerima syarat-syarat lainnya.

Uni Eropa mendukung rekonsiliasi Palestina dan pemilu sebagai sebagai langkah penting yang memungkinkan perdamaian Israel-Palestina.Tapi, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu mengecam kesepakatan tersebut, dan menyebut mustahil mencapai perdamaian dengan pemerintahan yang di dalamnya termasuk Hamas. Namun, kesepakatan Fatah-Hamas tersebut kembali tak banyak kemajuan, termasuk rencana menggelar pemilu yang kembali tidak jelas.

Maret 2012

Israel menggelar operasi militer yang dinamai Operasi Returning Echo.

OKTOBER 2012

Israel kembali mengerahkan mesin perangnya pada Operasi Pillar of Defence. Dalam operasi ini, 158 waga Palestina terbunuh, di antaranya 30 anak dan 13 perempuan. Israel juga membunuh Ahmad Jabari, kepala sayap militer Hamas. Sementara, satu tentara Israel dan empat warga sipil Israel tewas oleh serangan roket Hamas. Tak seperti operasi sebelumnya, kali ini negara-negara barat seperti AS, Inggris, Kanada, dan Jerman, malah mendukung Israel untuk mempertahankan diri dari serangan roket. Sementara negaranegara seperti Mesir, Turki, Iran, hingga Korea Utara, mengecam Israel.

29 NOVEMBER 2012

Majelis Umum PBB sepakat memberikan status negara pengamat non-anggota kepada Palestina. Status ini antara lain diperjuangkan oleh Indonesia. Pemberian status bagi Palestina itu ditempuh melalui voting, dengan hasil 138 negara mendukung, sembilan negara menentang, dan 41 negara abstain. Sembilan negara yang menentang adalah Israel, AS, Kanada, Cheska, Panama, dan negara-negara mikro seperti Marshal Island, Mikronesia, Nauru, Palau. Mahmud Abbas mengibaratkan pemberian status tersebut sebagai akta kelahiran bagi negara Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement