Rabu 13 Aug 2014 10:40 WIB

Lembaga HAM: Israel Gunakan Warga Gaza sebagai 'Perisai Hidup'

Seorang anak kecil berjalan di antara reruntuhan bangunan di Jalur Gaza yang dihantam roket militer Israel.
Foto: AP Photo
Seorang anak kecil berjalan di antara reruntuhan bangunan di Jalur Gaza yang dihantam roket militer Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sebuah laporan terbaru dari lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) Euro-Mid Observer mengungkapkan bahwa militer Zionis Israel menggunakan warga sipil Palestina sebagai ‘perisai manusia’.

Sebuah tim investigasi dari organisasi non-pemerintah yang berbasis di Jenewa dan Jalur Gaza itu telah memperoleh kesaksian orang pertama dari beberapa keluarga di berbagai lokasi yang menggambarkan penangkapan mereka dan dijadikan sebagai “tameng hidup” bagi tentara Zionis Israel selama berjam-jam pada suatu waktu.

“Pemerintah Israel telah berusaha untuk terus memberlakukan pembunuhan tanpa pandang bulu atas warga sipil --termasuk lebih dari 400 anak-anak-- dengan mengklaim bahwa pejuang bersembunyi di antara penduduk. Padahal, sebenarnya tidak ada tempat di Gaza yang aman dari pemboman dan penembakan,” kata Ramy Abdu, ketua Euro-Mid Observer, yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency, Selasa.

“Sebaliknya, apa yang kita telah dokumentasikan adalah bahwa pasukan Israel benar-benar menggunakan warga sipil Palestina sebagai perisai saat pasukan membunuh tetangga mereka,” kata Ramy Abdu dalam rilis resmi Euro-Mid Observer.

Saksi Hidup

Salah satu korban, Ramadhan Muhammad Qadeeh, yang tinggal di kota Khuza’a, selatan Jalur Gaza, menceritakan siksaan mengerikan kepada keluarganya dalam sebuah wawancara video yang direkam oleh Media Kota dan dirilis Euro-Mid pada 9 Agustus 2014 lalu.

Pada 25 Juli 2014 lalu, Qadeeh mengatakan dirinya sedang duduk di rumah bersama keluarganya berjumlah 27 orang, termasuk 19 perempuan dan anak-anak. Pada pukul 01:00 waktu setempat, pasukan Zionis Israel menyerbu ke dalam rumah.

Ayahnya, Muhammad Qadeeh (65), yang memegang dokumen perjalanan Spanyol, mencoba untuk memberitahu para prajurit bahwa mereka adalah warga sipil. Dia mengulangi seruan itu sekali dalam bahasa Ibrani dan kemudian dalam bahasa Arab.

Ketika ia mengambil langkah ke arah para prajurit, salah satu dari mereka menembakkan dua peluru tepat ke jantungnya dari jarak hanya satu meter. Dia meninggal seketika di depan keluarganya.

“Kemudian mereka memerintahkan kami untuk menanggalkan pakaian kami dan mengikat tangan kami ke atas. Mereka membawa kami ke salah satu kamar dan menjadikan kami sebagai perisai, meminta kami berdiri di jendela seolah-olah kami sedang mencari sesuatu di luar,” kata Qadeeh.

“Saya berada di satu jendela dan tiga anak dari keluarga saya di jendela lainnya. Para prajurit kemudian mulai menembak di sekitar kami,” ungkap Qadeeh.

Anggota keluarga pindah ke kamar dan jendela yang berbeda, dengan peluru melesat di sekitar mereka, selama lebih dari delapan jam tanpa makanan atau minuman. “Itu menakutkan, saya tidak tahu bagaimana kami dapat selamat,” katanya.

Insiden Lain

Dalam insiden lain, pada 23 Juli 2014 lalui, Ahmad Jamal Abu Reeda (17) mengatakan tertahan oleh pasukan Israel yang mengancam akan membunuhnya.

Setelah dengan kasar menginterogasi dan memukulinya, pasukan Zionis memerintahkan Abu Reeda berjalan di depan mereka dengan todongan senjata, disertai dengan anjing polisi, kemudian menggeledah rumah dan bangunan lainnya.

Beberapa kali, pasukan Zionis menuntut agar ia menggali di tempat-tempat yang mereka curigai terdapat terowongan. Abu Reeda dipaksa menjadi 'perisai hidup' untuk tetap berada bersama pasukan Zionis selama lima hari. klik

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement