REPUBLIKA.CO.ID, MAIDIGURI -- Istri-istri militer di kota Maiduguri turun ke jalan-jalan pekan ini, membakar ban-ban untuk mencegah suami-suami mereka dikirim memerangi Boko Haram.
Sekitar 300 wanita dan 500 anak-anak selama dua hari berkumpul di pintu-pintu gerbang pangkalan militer di ibu kota negara bagian Borno itu, menyatakan bahwa suami-suami mereka tidak memiliki senjata yang baik untuk menghadapi gerilyawan itu.
Boko Haram melakukan satu pemberontakan sejak tahun 2009 yang menewaskan ribuan orang, kendatipun keadaan darurat diberlakukan di tiga negara bagian sejak Mei 2013 dan penambahan pasukan.
Tentara yang digelar di Maiduguri menurut rencana akan ditarik dan dikirim ke kota Gwoza, yang Boko Haram serang pekan lalu setelah membunuh belasan orang dan menyebabkan ratusan orang mengungsi.
"Tidak ada senjata untuk suami-suami kami, tidak akan pergi ke Gwoza atau tempat-tempat lain yang rawan. Kami berusaha mengubur suami-suami kami," kata Thabita John, salah seorang dari istri-istri yang memprotes, Senin.
Ia menambahkan para tentara "tidak dilengkapi dengan baik untuk memerangi Boko Haram yang menakutkan".
Seorang istri tentara lainnya, Rahima Ali, menambahkan: " suami-suami kami selalu dibekali dengan senjata-senjata yang mutunya rendah sementara Boko Haram memiliki senjata-senjata yang bermutu tinggi."
Istri-istri tentara melakukan protes yang sama Sabtu.
Beberapa orang yang selamat dari serangan di Gwoza berhasil tiba di Maiduguri, sekitar 135km jauhnya, tetapi ratusan orang lagi terperangkap di satu daerah pegunungan terdekat dan kekurangan pangan.
Juru bicara pemerintah Mike Omeri mengecam protes itu Selasa. dengan mengatakan pasukan telah diperlengkapi dengan cukup.
"Para istri tentara tidak profesional untuk mengetahui kemampuan senjata-senata dan meriam-meriam yang mereka bawa," kata Omeri kepada wartawan di ibu kota Abuja.
Pengumuman Presiden Goodluck Jonathan bagi pemberlakuan keadaan darurat di Borno dan tetangga-tetangga Yobe dan Adamawa pada awalnya telah mengusir Boko Haraam dari pusat-pusat perkotaan.
Tetapi ribuan tentara tambahan,kendaraan-kendaraan dan pesawat-pesawat sebagian besar gagal menghentikan serangan-serangan gerilyawan di lokai yang lebih terpencil, daerah-daerah pedesaan. Tahun ini, serangan-serangan terjadi hampir setiap hari.
Beberapa orang yang selamat dari serangan-serangan itu sering mengatakan para petempur gerilyawan menggunakan senjata-senjata semi-otomatis, granat-granat berpeluncur roket dan bahkan kendaraan-kndaraan lapis baja pengangkut pasukan.
Seorang tentara yang berbicara tanpa bersedia namanya disebutkan mengatakan pasuka di barak-barak Maiduguri mengandalkan senjata yang usang .
"Para istri kami berbicara tentang pikiran -pikiran kami... kami tidak dilengkapi dengan senjata-senjata yang baik," kata tentara itu. "Senjata-senjata kami lemah dan kendaraan-kendaraan lapis baja kami tidak dirawat."