REPUBLIKA.CO.ID, VICTORIA FALLS -- Masyarakat Pembangunan Afrika Selatan (SADC), yang memiliki 15 anggota, Senin (18/8) menyatakan perhimpunan itu takkan memberlakukan larangan perjalanan ke negara yang terserang Ebola di Afrika Barat.
Sementara itu, masyarakat internasional melakukan tindakan semacam itu guna mencegah penyebaran virus mematikan tersebut.
Banyak negara di seluruh dunia meningkatkan langkah pencegahan, perbatasan negara yang bertetangga ditutup dan perusahaan penerbangan menghentikan layanan ke wilayah yang terpengaruh.
Tapi Sekretaris Pelaksana SADC, Stergomena Lawrence Tax, sebaliknya mengatakan mereka takkan melarang pelancong dari daerah yang terpengaruh atau membatasi penerbangan.
Tax memberitahu Xinhua di sisi Pertemuan Puncak Kepala Negara dan Pemerintah SADC bahwa upaya yang telah dilancarkan blok regional itu dimaksudkan untuk mendorong kesiapan negara anggotanya, mulai utara sampai selatan dari Republik Demokratik Kongo sampai Afrika Selatan, dari barat sampai ke timur dari Angola sampai Mauririus.
"Kami telah mendorong negara anggota agar pertama-tama siap, kedua menerapkan mekanisme yang tersedia jika terjadi wabah," kata Tax kepada Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta pada Selasa.
"Kami ingin rakyat mengetahui bahwa ini adalah ancaman, tapi bukan ancaman yang menghalangi orang melakukan apa yang mesti mereka lakukan. Cuma mereka harus siaga,'' katanya.
Belum ada satu kasus Ebola pun yang dilaporkan di wilayah SADC, sejak wabah Ebola pertama kali merebak di Guinea pada Maret dan kemudian menyebar ke Sierra Leona, Liberia serta Nigeria, dan merenggut lebih dari 1.000 nyawa.