REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pembatasan Israel telah menyebabkan dua organisasi HAM terkemukan di dunia harus berusaha keras untuk mengumpulkan bukti kejahatan perang yang dilakukan oleh Zionis Israel. Pasalnya, Israel telah menewaskan ribuan warga sipil dan bagunan-bangunan publik.
Dilansir dari Reuters, Senin (18/8), staf Amnesty International dan Human Rights Watch belum menerima izin untuk memasuki Gaza meskipun mereka telah melobi Israel dan Mesir sejak awal konflik terjadi.
Juru bicara mereka mengatakan pembatasan Israel terhadap staf-staf internasional yang ingin ke Gaza telah menyebabkan mereka kesulitan mencari bukti-bukti kejahatan perang yang dilankukan oleh Israel.
Namun, di sisi lainnya Israel mengatakan staf-staf internasional tersebut tidak memiliki surat kerja yang diperlukan untuk dapat mengakses masuk Jalur Gaza.
Kementerian Luar Negeri Mesir pun belum berkomentar terkait hal ini, mengapa adanya pemberlakukan pembatasan bagi staf-staf internasional.
Ketidakmampuan kelompok HAM tersebut untuk menempatkan peneliti internasional dan ahli amunisi ke Gaza, membuat Israel mudah menyangkal melakukan pelanggaran kejahatan perang dan menolak penyelidikan PBB terkait hal itu.
"Kami melakukan segala yang kami bisa, baik Amnesty International dan Human Rights Watch untuk melakukan semua dokumentasi, baik di lapangan di Gaza maupun dari jarak jauh," ujar Deborah Hyams, staf Amnesty International.
Ia melanjutkan pembatasan Israel membuat kami tidak memiliki peneliti di Gaza sehingga membuat timnya kesulitan.
Bill Van Esveld, staf peneliti dari Human Rights Watch Timur Tengah mengatakan, kelompoknya memiliki dua anggota staf di Gaza. "Mereka kewalahan. Ada begitu banyak masalah yang harus diselidiki dan bukti fisik yang akan menghilang sering berjalannya waktu." ujarnya.