REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- Puluhan ribu orang Yaman mengadakan pawai massal di Ibu Kota negeri itu, Sana'a, Senin (18/8), untuk memprotes keputusan pemerintah pada Juli untuk menaikkan harga bahan bakar dan menuntut pengunduran diri pemerintah.
Pemerotes, yang kebanyakan adalah pendukung kelompok Syiah Al-Houthi, bergabung dalam pawai terbuka sebagai tanggapan atas seruan oleh Abdul Malik Al-Houthi --pemimpin kelompok tersebut. Abdul Malik berikrar akan mendirikan kamp aksi duduk di dalam ibu kota Yaman sampai tuntutan tuntutan rakyat dipenuhi oleh pemerintah.
Selama demonstrasi tersebut, pemrotes mengibarkan spanduk --yang menyalahkan pemerintah karena mencabut subsidi bahan bakar pada Juli dan menutut pengunduran diri anggota kabinet atas kegagalan pemerintah mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat dan melakukan pembaruan di negeri itu.
Seorang pemrotes Ali Nasher mengatakan, "Kami akan menggulingkan pemerintah gagal ini dan kami akan menghadirkan pemerintah baru yang memenuhi tujuan revolusi guna membuat rakyat menikmati hidup."
Pemerintah memperketat keamanan di Sana'a dan sekitarnya dengan mengerahkan tentara di setiap jalan utama dan menghalangi jalan menuju berbagai lembaga pemerintah, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi.
Tak ada bentrokan yang dilaporkan antara pemrotes dan tentara. protes itu adalah yang kedua pada Agustus, setelah pertemuan terbuka diselenggarakan oleh kelompok Syiah Al-Houthi pada 4 Agustus di Sana'a.
Pemerintah pada 30 Juli menaikkan harga bahan bakar dari 125 riyal Yaman (sekitar 0,6 dolar AS) menjadi 200 riyal Yaman per liter dan bahan bakar diesel dari 100 jadi 195 riyal, sehingga memicu protes marah di seluruh negeri tersebut.
Pemerintah membela kenaikan harga itu, dan mengatakan semua partai Yaman sepakat mengenai keputusan untuk mengurangi defisit anggaran, kata kantor berita resmi Yaman, Saba.
Pada 2013, pemerintah mengeluarkan sebanyak tiga miliar dolar AS untuk subsidi bahan bakar, hampir sepertiga dari pemasukan negara Yaman.
Pemerintah Yaman, yang menghadapi kesulitan keuangan, telah berusaha memperoleh pinjaman selama satu tahun dari Dana Moneter Internasional, tapi IMF lebih dulu menuntut pemangkasan segera subsidi bahan bakar.
Yaman telah menderita kekurangan bahan bakar sejak Mei, ketika pasokan bahan bakar hanya tersedia di beberapa stasiun pompa bencin di kota besar utama.