REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Korea Utara terus mengalami penindasan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam seminar yang diadakan oleh Human Rights Working Group (HRWG) bersama dengan National Democratic Institute (NDI) pembahasan mengenai pelanggaran HAM berat yang terjadi di negara dengan rezim represif tersebut.
Seminar 'Unspeakable Atrocities' In North Korea and The Road Ahead menghadirkan beberapa pembicara dari Korea Utara. Dalam seminar ini, tindakan-tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di negara tersebut dijabarkan secara mendalam.
Sebagai negara yang sangat terisolasi dari dunia luar, warga di Korea Utara diketahui mengalami kondisi yang memprihatinkan, terutama dilihat dari sisi kemanusiaan. Rakyat di Korea Utara diungkapkan tidak bisa mendapatkan hak-hak untuk hidup yang layak seperti warga negara pada umumnya. Hak-hak hidup tersebut diantaranya untuk makan, beragama, dan untuk mengemban pendidikan.
Penindasan ini berlaku kepada seluruh rakyat di dalam Korea Utara, kecuali terhadap mereka yang memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Kim Jong Eun. Dari 28 persen total penduduk di Korea Utara, hanya terdapat satu persen yang merupakan keluarga petinggi negara yang menganut paham represif tersebut. Mereka diketahui menduduki jabatan tinggi di pemerintahan dan dapat hidup secara layak, bahkan cenderung mewah.
Tidak seperti para pejabat dan orang-orang di dalam pemerintahan, rakyat sipil di Korea Utara terus menerus merasakan penderitaan seperti kelaparan dan hidup dalam kemiskinan. Warga Korea Utara, juga tidak dapat mengemban pendidikan tinggi. Bahkan, tidak sedikit warga yang dihukum secara keji karena kesalahan yang tidak diketahuinya hingga mereka selesai menjalani penahanan.
"Kehidupan di Korea Utara berjalan seperti adanya kasta, yang terus membuat warga sipil terdiskriminasi. Mereka yang tidak mendukung rezim pemerintah, dipaksa bekerja berat dan dibayar dengan upah kecil, hingga membuat kehidupan mereka sengsara," ujar In-ho Park, perwakilan dari Dailynk, media yang membahas isu terkait Korea Utara, Kamis (21/8).
Tidak hanya menghukum orang-orang yang dinilai secara langsung bersalah, keluarga para tersangka yang tidak memiliki kesalahan apapun juga kerap dihukum oleh Pemerintah Korea Utara. Menurut Pemerintah Korea Utara, keluarga dari para tersangka dianggap turut melakukan perbuatan yang sama dan pantas dihukum setara dengan kesalahan yang dilakukan anggota keluarganya.
Pihak internasional terus mendesak kekejaman terhadap warga sipil di Korea Utara harus segera dihentikan.
Banyak pihak yang menilai, rezim pemerintahan represif adalah penyebab utama permasalahan HAM berat yang terjadi di Korea Utaa dan harus merubahnya ke arah reformasi.
"Rezim pemerintahan represif di Korea Utara harus dirubah agar rakyat bisa mendapatkan hak-haknya yang selama ini mereka tidak sadari. Paham demokrasi adalah yang terbaik untuk diterapkan di Korea Utara, meskipun hal itu sangat hampir tidak mungkin terjadi," ujar sekretaris jenderal North Korea Strategy Center, Yoon-cheol Choi, Kamis (21/8).
Di akhir acara, perwakilan dari Korea Utara meminta dukungan moral, baik dari Indonesia serta negara ASEAN lainnya untuk menyelesaikan permasalahan HAM di Korea Utara. Hingga saat ini, hanya terdapat dua negara di ASEAN yang menyuarakan kepeduliannya mengenai permasalahan HAM di Korea Utara. Negara-negara tersebut adalah Thailand dan Philipina.
"Kami meminta dukungan moral dari Indonesia, sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, agar kedepannya warga Korea Utara dapat terlepas dari segala penderitaan yang mereka alami selama ini," ujar Young-hwan Lee, penasihat Citizens Alliance for North Korean Human Rights (NKHR).