Sabtu 23 Aug 2014 14:35 WIB

Siang-Malam Memaki Hitler Israel Malah Menirunya (2)

Reruntuhan rumah warga Gaza di kawasan Khan Younis.
Foto: AP Photo/Lefteris Pitarakis/ca
Reruntuhan rumah warga Gaza di kawasan Khan Younis.

Oleh: Harun Husein     

Menanggapi desakan untuk mengembalikan award itu, Erdogan mengatakan dia akan dengan senang hati mengembalikannya. “Ambil kembali piala itu dan pukulkan saja di kepalamu,” katanya.

Sebenarnya Erdogan telah lama bersuara ke ras kepada Israel. Bahkan, pada 2009 lalu, dia pernah mengecam langsung Presiden Israel, Shimon Peres, sebagai pembunuh, saat berdiskusi di Forum Ekonomi Dunia di Davos Swiss.

Tapi, sejumlah media mencatat, baru kali inilah Erdogan memparalelkan kekejaman Zionis- Israel dengan Hitler-Nazi. Dan, kecaman kali ini, lebih menohok.

Sebenarnya, sebelum Erdogan, sudah banyak menilai banyak kemiripan penderitaan rakyat Gaza itu dengan kekejaman serupa yang pernah dialami orang-orang Yahudi di Eropa Timur, terutama di Ghetto Warsawa, Polandia, yang saat itu dicaplok Nazi.

Analogi itu, mencuat pada 2008-2009 silam, ketika Israel—lewat Operasi Cast Lead—membombardir Gaza dan membunuh 1.440 warganya. Saat itu, Kementerian Kesehatan Gaza mencatat di antara yang terbunuh adalah 431 anak-anak dan 114 perempuan.

Adanya kemiripan itu, antara lain disampaikan oleh Profesor William Robinson, sosiolog Universitas California.

“Gaza adalah Warsawanya Israel, sebuah kamp konsentrasi yang luas, yang memenjarakan dan memblokade orang Palestina, membunuh mereka perlahan-lahan dengan kekurangan pangan, penyakit, dan keputusasaan, sebelum kemudian dibunuh dengan cepat oleh bom-bom Israel. Kita semua menjadi saksi dari sebuah genosida yang berlangsung perlahan-lahan,” katanya dalam email yang dikirimkan kepada para mahasiswanya.

Surat elektronik yang semula dimaksudkan untuk memancing diskusi dengan para mahasiswanya, itu, kemudian menyebar, dan membikin gerah Zionis-Israel dan para pendukungnya.

Sebuah organisasi lobi pro-Israel, Liga Anti-Fitnah (Anti-Defa mation League), mempersoalkan isi email itu dan menuntut Universitas California, Santa Barbara, tempat William mengajar, melakukan investigasi dan memecatnya.

Cukup lama soal ini diproses, dan memancing kontroversi, sampai akhirnya pihak universitas menyatakan itu merupakan bagian dari kebebasan akademik, sehingga tak bisa dituntut.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement