REPUBLIKA.CO.ID, MEL;BOURNE -- Sejumlah keluarga Irak yang tinggal di Australia meminta pemerintahan Australia menyediakan visa kemanusiaan bagi keluarganya yang melarikan diri dari tentara Islam Suriah (ISIS). Hingga kini, ratusan tibu warga Kristen Irak dan pengikut aliran Yazid melarikan diri dari ISIS.
Namun kelompok-kelompok yang mewakili masyarakat tersebut mengatakan 4.000 alokasi visa yang disediakan oleh Pemerintah Australia terlalu sedikit. Ungkapan itu antara lain disampaikan Brim (bukan nama sebenarnya), seorang pengungsi asal Kurdi yang sudah tinggal di Australia selama dua dekade. Namun sebagai pengikut minoritas Yazidi, Ia mengaku masih mengkhawatirkan keselamatannya.
Isteri Brim dan anak tirinya mengungsi dari Utara Irak dua pekan lalu dan nyaris menjadi korban aksi brutal tentara ISIS. Kini mereka bergabung dengan ratusan ribu pengungsi Yazidi lainnya, dan kini berada di Turki berjuang memenuhi kebutuhan hidup dasar mereka.
"Ada 32 orang tinggal di dua ruangan – bayangkan saja. mereka hidup berdesak-desakan seperti tikus, begitulah kini mereka bertahan hidup,” kata Brim, baru-baru ini.
Selain Brim cerita sama juga diungkapkan oleh banyak mantan pencari suaka lainnya. Di pusat sumber daya komunitas pencari suaka di Fairfield, Sydney Barat, lorong-lorongnya penuh sesak dengan keluarga warga Kristen Irak asal Suriah yang mencari bantuan.
Mereka menunggu giliran untuk bertemu dengan relawan yang dapat membantu proses aplikasi imigrasi.
Hampir semuanya memiliki kisah dimana anggota keluarganya berusaha untuk melarikan diri ke Australia.
Seperti cerita Admoun Anwiya yang berharap bisa mendapatkan visa untuk kakaknya, yang kini terluka oleh tentara ISIS di Mosul. "Kakak saya, dia seorang dokter spesialis, dan tentara ISIS menyerang dia ketika sedang melakukan operasi dan menembaknya di kepala, hanya karena di beragama Kristen,” katanya.
Banyak warga di Pusat Sumber Daya Pendatang asal Suriah mengatakan bahkan masyarakay Kristen di Baghdad yang sudah berada disana sejak lama kini menjadi tawanan dirumah mereka sendiri. “Setiap hari saya menangis, setiap malam mereka selalu menelpon saya mengatakan “tolong selamatkan warga Kristen kita”, saya tidak tahu bagaimana menolong mereka,” kata Ilvin Warda.
Pemerintah Australia mengatakan pihaknya sudah menerbitkan 4000 tempat untuk visa kemanusiaan khusus – kebanyakan akan dialokasikan untuk pendaftar yang berasal dari Irak dan Suriah – namun itu bukan kabar baru.
4000 alokasi visa itu merupakan bagian dari kuota yang sudah ada sebanyak 13.750, berkurang dari 20.000 pada tahun ini.
Carmen Lazar dari Pusat Sumber Daya Warga asal Suriah di Sydney mengatakan meskipun komunitasnya menghargai segala bantuan yang dilakukan pemerintah Australia di masa lalu, namun pada situasi sekarang ini hal itu tidak cukup. "Saya mengerti Australia tidak bisa menerima pengungsi sebanyak 125,000 orang yang kini terdaftar di PBB,” katanya.
"Tapi kami masih membutuhkan bantuan, 4000 – kita butuh lebih dari itu,” katanya.
Dan bagi anggota keluarga mereka yang sudah memiliki pendaftaran visa, seperti Isteri Brims, Kementerian Imigrasi mengatakan sejauh ini mereka tidak memiliki rencana untuk mempercepat proses bagi pengungsi yang melarikan diri dari kekejaman tentara ISIS.
Pendaftaran visa isterinya sebagai visa pasangan saat ini dialihkan ke Kedutaan Besar Australia di Turki karena dia telah meninggalkan Irak.
Brim sudah mendapat pemberitahuan kalau butuh waktu satu tahun untuk memutuskan apakah permohonan visa isterinya bisa dikabulkan atau tidak. Sementara menunggu proses itu, Brim tidak bisa membendung air matanya ketika membicarakan laporan mengenai pemerkosaan yang dilakukan tentara ISIS dan bahkan mereka memperjualbelikan kaum perempuan.
"Ya Tuhan, kita sekarang hidup di abad ke-21, tapi mereka malah memperjualbelikan perempuan, manusia macam apa mereka itu,” kata Brim.