Senin 25 Aug 2014 00:31 WIB

Tolong, Warga Gaza Terancam Krisis Pangan

Rep: C92/ Red: Erik Purnama Putra
Warga Palestina keluar rumah melihat roket militer Israel.
Foto: AP Photo
Warga Palestina keluar rumah melihat roket militer Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA CITY – Serangan Israel yang membabi buat ke daerah Gaza mengakibatkan kawasan ini kini terancam krisis pangan. Banyak peternakan dan area pertanian di Gaza hancur akibat dibombardir roket-roket Israel. Akibatnya, jumlah pasokan menurun dan harga bahan pangan terus melambung.

Salah seorang peternak di Gaza, Ashraf al-Helou mengatakan berapapun pasokan ayam yang dimiliki saat ini mungkin akan menjadi persediaan terakhir. “Sebagian besar peternakan ayam telah hancur. Ternak terancam habis, baik akibat serangan Israel maupun karena tidak adanya pakan dan air,” kata al-Helou kepada Al Jazeera di tokonya.

Al-Helou menjelaskan, kepada para pemasoknya melalui telepon, para peternak tidak punya persediaan ayam untuk diantarkan. Persediaan yang dia miliki hanya cukup untuk kebutuhan selama seminggu lebih. “Kalau ada restoran yang buka, kami sudah kehabisan ayam sejak dua pekan lalu,” tambah al-Helou.

Sebelum terjadi serangan di Jalur Gaza, satu kilogram ayam dihargai 10 NIS (2,83 dolar AS). Kini dengan persediaan yang terus menipis, al-Helou memberi harga 15 NIS (4,24 dolar AS).

Menteri Kesehatan Gaza mengatakan, setidaknya 2.102 warga Palestina tewas dan 10.540 orang lainnya terluka sejak operasi Israel di Gaza dimulai pada 8 Juli kemarin. Sementara itu, 64 tentara dan tiga warga sipil Israel tewas beserta seorang pekerja asal Thailand.

Pemboman Israel di Gaza telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur di kota tersebut, termasuk listrik dan air bersih. Setidaknya 360 pabrik dan bengkel juga rusak akibat pemboman tersebut. Jumlah ini temasuk 126 bangunan yang runtuh. Kerugian yang terjadi akibat kerusakan tersebut diperkirakan senilai 47 juta dolar AS.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengatakan, banyak petani dan peternak di Gaza terpaksa meninggalkan tanaman dan hewan ternak mereka. Ini melumpuhkan aktivitas pertanian dan perikanan, serta mengakibatkan produksi pangan lokal terhenti.

“Hingga saat ini, operasi militer yang terus berlangsung mengakibatkan sulitnya penghitungan rinci kerusakan pertanian,” kata Kepala kantor FAO di Tepi Barat dan Jalur Gaza dalam sebuah pernyataan. FAO memperkirakan, setengah persediaan unggas di Gaza telah hilang, sementara hasil tangkapan ikan para nelayan turun hingga 9,3 persen.

Mohammed Abu Ajwwa mengatakan, sekitar 500 sapi tewas di ladang bagian timur kota Gaza. Ini mengakibatkan kerugian sekitar 500 ribu dolar AS. “Saya memasok susu dan produk susu harian ke sebuah pabrik lokal. Tapi sekarang tidak ada pabrik, tidak ada pula sapi saya yang tertinggal,” kata Ajwwa.

Sehari-hari Umm Ghazi biasanya pergi ke pasar di pusat kota Rafah, di Jalur Gaza Selatan. Putra bungsunya, Osama, biasanya membantu membawa sayuran. Namun, selama seminggu terakhir, ia tidak bisa membeli atau membawa pulang banyak sayuran.

“Bukan hanya produksinya yang buruk, harganya juga tidak terjangkau,” kata Umm Ghazi sembari memeriksa tomat yang tampak kering dan keriput pertanda dehidrasi tanaman. FAO melaporkan, di beberapa bagian Jalur Gaza, harga telur telah mengalami kenaikan sebesar 40 persen. Harga kentang naik 42 persen dan tomat naik hingga 179 persen.

“Dua puluh tiga NIS (6,5 dolar AS) untuk satu kotak telur. Pekan lalu harganya 11 NIS (3,11 dolar AS),” Umm Ghazi menambahkan. Pelanggan lain mengatakan, ukuran telur yang tersedia saat ini lebih kecil dibanding sebelumnya. Para peternak ayam telah kehilangan sebagian besar ternak mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement