REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pencurian identitas merupakan tren kejahatan di dunia maya yang jauh lebih berbahaya dibandingkan kejahatan pembobolan kartu kredit.
Demikian dikatakan Brian Hay, detektif dari Satuan Anti Kejahatan dan Penipuan Cyber di Queensland, Australia, berkaitan dengan Simposium Internasional Kejahatan Dunia Maya yang digelar mulai Selasa (26/8) di Gold Coast.
Brian Hay mengatakan kita harus lebih serius untuk menanggapi beragam jenis kejahatan dunia maya. Sebab, semua orang yang menggunakan internet memiliki resiko terhadap kejahatan dunia maya. "Sama saja dengan saat kita mengendarai mobil, kita pasti memiliki resiko untuk mengalami kecelakaan," ujar Hay. "Masalahnya adalah bagaimana mengurangi resiko tersebut."
Namun sayangnya, Hay menambahkan bahwa hingga saat ini masih jarang pelatihan soal standar minimal keselamatan dalam berinternet. Perusahaan-perusahaan memiliki resiko yang paling tinggi soal kejahatan dunia maya, sayangnya Hay menilai pendekatan yang mereka lakukan masih bersifat teknis.
"Mereka hanya menggandalkan pada peranti-peranti lunak,... padahal yang terpenting adalah perilaku manusia, bagaimana mereka terlibat dalam menggunakan internet."
Sebenarnya telah banyak berita-berita soal berbagai jenis kejahatan di dunia maya, tetapi belum cukup bagi pengguna internet untuk lebih waspada. "Tidak, tidak sama sekali [membuat orang lebih waspada]. Lewat simposium ini kami akan banyak mengajak warga dari berbagai komunitas, dengan melibatkan agen-agen keamanan, cyber security, penegak hukum, untuk sama-sama melihat kejahatan internet apa yang sedang berkembang," jelasnya.
"Tidak perlu menunggu pemerintah atau para penegak hukum untuk membuat strategi pencegahan yang proaktif, ... kita perlu melakukannya sekarang juga, kita harus membangun budaya berinternet yang aman," tegas Hay.
Trend kejahatan di dunia maya kali ini adalah pencurian identitas lewat kartu kredit. Sehingga uang bukan lagi menjadi target satu-satunya. "Ya, penjahat di dunia maya sekarang lebih mencari identitas orang. Karena mereka tahu mencuri identitas memiliki nilai 1.000 persen dari nilai uang yang ada di kartu kredit tersebut," ungkap Hay.
Dengan pencurian identitas ini, para penjahat bisa lebih leluasa untuk menyelaraskannya dengan sumber-sumber aset yang lain.