REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL-- NATO pada Jumat mendesak Rusia untuk segera menghentikan aksi militer ilegal di Ukraina menyusul munculnya tuduhan negara-negara Barat mengenai keterlibatan langsung Moskow dalam konflik di Ukraina.
Kekhawatiran mengenai meluasnya konfrontasi semakin tinggi setelah NATO menyatakan bahwa Rusia telah mengirim pasukan dan persenjataan berat kepada kelompok separatis pro-Kremlin di Ukraina timur. Pemerintah di Kiev sendiri menyebut aksi tersebut sebagai invasi.
"(Pengiriman tentara dan senjata) itu bukan merupakan aksi yang berdiri sendiri melainkan bagian dari upaya menyeluruh untuk mendestabilisasi Ukraina sebagai negara berdaulat," kata kepala NATO Anders Fogh Rasmussen.
"Kami mendesak Rusia menghentikan aksi militer ilegalnya, berhenti mempersenjatai kelompok separatis, dan segera mengambil langkah untuk menerunkan eskalasi krisis," kata Rasmussen.
Kiev dan sejumlah negara Barat menuduh Rusia berada di belakang serangan balik yang membuat kelompok separatis berhasil merebut wilayah tenggara dari pasukan pemerintah. Rasmussen juga mengatakan bahwa NATO tidak menutup pintu mengenai kemungkinan bergabungnya Ukraina menjadi negara anggota. Pernyataan ini berpotensi memicu reaksi keras Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya telah berulangkali membantah tuduhan pengiriman senjata dan pasukan ke Ukraina. Pada Selasa lalu, NATO mengatakan bahwa Rusia telah mengirim setidaknya 1.000 tentara untuk bergabung dengan geilyawan.
Selain itu, Moskow juga diduga mengirim sejumlah sistem pertahanan udara, artileri, tank dan kendaraan lapis baja. Di sisi lain, jatuhnya wilayah tenggara ke tangan separatis memicu kekhawatiran bahwa Kremlin berencana untuk menciptakan koridor darat yang menghubungkan Rusia dengan Krimea.
Menanggapi kondisi tersebut, Amerika Serikat dan Uni Eropa memberlakukan sejumlah sanksi terhadap Moskow. Akibatnya nilai mata uang Rusia, rubel, jatuh di pasar internasional. Sementara itu dalam perhitungan PBB, hampir 2.600 orang tewas dan lebih dari 400.000 lainnya terpaksa mengungsi akibat konflik yang dimulai pada pertengahan April lalu itu.
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengatakan bahwa masyarakat internasional harus meningkatkan upaya penyelesaian krisis. Dia juga mendesak pemerintah Kiev memenuhi janjinya untuk malaksanakan pemilihan umum pada Oktober mendatang.