Sabtu 30 Aug 2014 15:07 WIB

Gencatan Senjata Israel-Palestina Sisakan Isu Rumit (2-Habis)

Rep: Gita Amanda/ Red: Joko Sadewo
mahmoud abbas dan netanyahu
Foto: me-confidential.com
mahmoud abbas dan netanyahu

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Sementara itu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Jumat (29/8), menyalahkan Hamas. Hamas dianggap memperpanjang pertempuran dengan Israel di Jalur Gaza.

Ini membuat banyak pihak meragukan keberlangsungan pemerintah bersatu Palestina. Sementara perdana menteri Israel mengatakan, akhir perang bisa ditandai dengan dimulainya kembali pembicaraan damai dengan Abbas.

Namun Benjamin Netanyahu menekankan, masih terlalu dini untuk mengatakan kemungkinan baru tersebut. Tapi ia menyatakan tengah menilik kemungkinan pembicaraan damai itu.

Pernyataan dari para pemimpin datang beberapa hari setelah Israel dan Hamas mencapai gencatan senjata, setelah 50 hari pertempuran sengit. Lebih dari 2000 warga Palestina tewas akibat konflik. Sementara 71 orang tewas dari pihak Israel.

"Sebenarnya mungkin bagi kami menghindari semua (perang) itu, 2000 martir, 10 ribu terluka, 50 ribu rumah (hancur)," kata Abbas. Ia mengatakan Hamas bersikeras membahas tuntutannya sebelum mengakhiri perang.

Perang Israel-Palestina dimulai ketika tiga remaja Israel tewas di Tepi Barat. Ini mendorong Israel untuk menangkap ratusan anggota Hamas. Saling serang kemudian meningkat selama hampir dua bulan.

Mediator Mesir mencoba mempertemukan kedua pihak, untuk menyetujui gencatan senjata. Pada Selasa, gencatan senjata terbuka akhirnya dicapai. Gencatan senjata mampu mengakhiri pertempuran, namun meninggalkan isu-isu penting yang belum terselesaikan.

Netanyahu dalam sebuah wawancara mengatakan, akhir perang dengan Hamas menandai mulainya kembali negosiasi dengan Abbas. "Saya sangat berharap kami dapat bekerja sama dengan dia (Abbas) dalam proses politik," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement