Sabtu 30 Aug 2014 19:15 WIB

Cina Peringatkan Jangan Gunakan Hongkong Sebagai Jembatan Pelanggaran

Rep: C64/ Red: Julkifli Marbun
Bendera Cina
Bendera Cina

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina memperingatkan seluruh campur tangan asing, bahwa Beijing tidak akan mentoleransi siapa saja yang menggunakan Hongkong sebagai jembatan untuk melanggar dan menyusup ke daratan.

Pada Ahad (31/8) direncanakan, sebagian besar pejabat parlemen akan melakukan pertemuan, guna membahas pembatasan beberapa kandidat pro Beijing pada pemilu Hongkong 2017 mendatang. Dimana tindakan tersebut mungkin akan meningkatkan rencana para aktivis pro demokrasi untuk memblokade pusat bisnis kota.

Menurut media pemeintah, seorang juru bicara  dari Departemen Kementerian Luar Negeri Cina Urusan Hongkong, Macau, dan Taiwan dan tidak menyebutkan namanya mengatakan, pemerintah Cina segera membuat representatasi yang serius untuk setiap kekuatan eksternal yang mengganggu urusan internal Hongkong.

Dimana Hongkong merupakan wilayah administrasi khusus (SAR) Cina yang tertera dalam Undang-Undang Dasar.

Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Xinghua, seorang juru bicara tak dikenal berkata, "beberapa orang" telah mengabaikan kepentingan jangka panjang dari Hongkong dan ketentuan Undang-Undang Dasar, yang mana mereka berkolusi dengan kekutan eksternal dalam upaya untuk mengganggu administrasi pemerintah SAR Cina.

Juru bicara tersebut melanjutkan, hal tersebut tidak hanya merusak stabilitas dan pembangunan Hongkong tetapi juga mencoba menggunakan Hongkong sebagai jembatan untuk melanggar dan menyusup ke daratan.

"Hal ini benar-benar tidak dapat ditoleransi," ujarnya. .Juru bicara tersebut pun tidak mengidentifikasi negara-negara luar yang dimaksud.

Pada 2013 utusan AS berkunjung ke Hongkong, Clifford Hart mengatakan, Washington akan terus mendukung hak pilih universal asli di wilayah tersebut.

Seperi pada pernyataan keras dari kementerian yang mana hal ini dapat meningkatkan kecemasan di antara para pemimpin Cina tentang hasil keputusan pertemuan Ahad nanti. Dimana pertemuan tersebut tentunya sangat diawasi ketat oleh para diplomat dan kelompok-kelomnpok hak asasi manusia internasional.

Keputusan untuk membatasi jumlah calon pemilu 2017 dapat memicu konfrontasi. Dimana demonstran pro-demokrasi akan merencanakan sebuha kampanye besar yang menduduki pusat pemerintahan kota.

Media resmi Hongkong RTHK melaporkan, pemerintah Cina akan mengerahkan 5.000 polisi untuk mengantisipasi aksi protes tersebut yang diperkirakan akan terjadi pada Ahad malam.

Hongkong kembali ke pemerintahan Cina pada 1997. Dan, dalam satu tahun terakhir ini telah menimbulkan perdebatan sengit terkait pemimpin yang akan dipilih pada  pemilu 2017 mendatang, seseorang yang pro demokrat atau dari daftar calon yang pro Beijing.

Dimana hal itu kembali pada prinsip saru negara, dua sistem yang memungkinkan otonomi luas dan kebebasan dalam berbicara, beragama, berkumpul dan berada dimana ingin tinggal.

Namun, pada kenyataanya Cina telah membuat kedaulatan Beijing tidak bisa dipertanyakan, Beijing terus menggeser kontrol Hongkong. Meskipun, Beijing berjanji memberikan kuota tinggi kepada otonomi dan hak pilih yang universal.

Namun, tetap saja hal tersebut mengkhawatirkan banyak orang di Hongkong dan pengamat internasional. "Hak dari pemerintah khusus tergantung pada seberapa banyak hak hibah dari pemerintajhan pusat" kata juru bicara itu.

"Kini Hongkong tidak memiliki kekuatan yang tersisa," lanjutnya.

Xinhua melaporkan, Cina akan mempercepat upaya untuk meliberalisasi perdagangan antara daratan Hongkong pada akhir 2015 nanti dibawah pengaturan Persetujuan Closer Economic Partnership.

Di negara Macau, SAR lainnya mengharapkan Fernando Chuui akan terpilih kembali, setelah pemerintah pro Cina menahan referendum resmi tentang demokrasi di pusat perjudian tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement