REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemimpin kelompok Ash-Shabab adalah sasaran serangan udara militer AS di Somalia yang menghancurkan satu perkemahan dan satu kendaraan di sana pada Senin malam (1/9), kata Pentagon, Selasa.
Operasi tersebut, yang melibatkan pesawat berawak dan tak berawak yang dioperasikanb oleh pasukan operasi khusus AS, adalah serangan langsung terhadap jaringan Ash-Shabab, dan khususnya, pemimpin kelompok itu --Ahmed Abdi Al-Muhammad, yang juga dikenal dengan naman Ahmed Godane, kata Sekretaris Pers Pentagon John Kirby.
Operasi tersebut dilancarkan setelah informasi intelijen yang bisa ditindak-lanjuti diperoleh bahwa Godane ada di kamp itu, yang terletak di sebelah selatan Ibu Kota Somalia, Mogadishu, katanya.
Masih terlalu dini untuk mengetahui apakah Godane tewas akibat serangan udara tersebut, kata Kirby, sebagaimana diberitakan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu siang. Ia menambahkan seandainya ia berada di sana, itu akan menjadi "pukulan sangat telak terhadap jaringan mereka, terhadap organisasi mereka dan, kami percaya, terhadap kemampuan mereka untuk melanjutkan" serangan teror".
"Kami tentu saja percaya kami mengenai apa yang jadi sasaran kami," katanya.
Pesawat tersebut menembakkan beberapa rudal Hellfire dan amunisi yang dikendalikan laser, katanya. Ia menambahkan Departemen Pertahanan masih menilai hasil dari operasi itu.
Tak ada pasukan AS yang berada di lapangan, baik sebelum maupun setelah serangan, katanya.
Ash-Shabab, satu kelompok jihad yang berpusat di Somalia, telah menduduki sebagian besar wilayah Somalia Selatan sejak 2006, katanya.
Kelompok tersebut telah mengaku bertanggung-jawab atas serangan tahun lalu terhadap Westgate Mall di Nairobi, Kenya, yang menewaskan lebih dari 70 orang dan melukai 200 orang lagi. Kelompok itu juga diduga bertanggung-jawab atas banyak pemboman, termasuk serangan bunuh diri di Mogadishu dan di Somalia Utara serta Tengah, kata Kirby.
Amerika Serikat akan terus menggunakan semua alat yang dimilikinya, termasuk uang, diplomasi, intelijen dan kekuatan militer, guna melucuti senjata anggota Ash-Shabab dan kelompok fanatik lain yang mengancam kepentingan AS dan mitra serta sekutu AS, katanya.