REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Perserikatan Bangsa-Bangsa Rabu menyatakan sangat prihatin dengan berkembangnya pembatasan terhadap pegiat hak asasi manusia di Thailand. PBB menyoroti beberapa kasus pengekangan kebebasan berekspresi di negara yang dipimpin junta itu.
Sejak merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Yingluck Shinawatra pada Mei, militer Thailand membungkam para penentangnya dengan menangkapi para pengunjuk rasa anti-kudeta. Junta Militer yang dipimpin Prayut Chan-o-Cha juga memberangus media dan mereka yang melanggar darurat militer diancam akan diseret ke pengadilan militer.
Militer juga melakukan menangkap dan menahan pengunjuk rasa anti-kudeta. Dalam beberapa kasus pengunjuk rasa juga didakwa dengan tuduhan melawan pemerintahan militer.
Aksi simbolis pembacaan novel anti-otoriter karya George Orwell berjudul "1984" serta salam tiga jari khas dalam film "Hunger Games" menjadi pemandangan umum, beberapa minggu setelah pengambilalihan kekuasaan oleh militer. Namun aksi-aksi penentangan publik sejak saat itu menjadi semakin sporadis.
Pemimpin junta Prayut Chan-o-Cha yang diangkat menjadi perdana menteri dua pekan lalu, mengatakan ia terpaksa mengambil alih kekuasaan setelah unjuk rasa berlangsung selama berbulan-bulan. Aksi unjuk rasa menentang pemerintahan mantan PM Yingluck Shinawatra tersebut juga menyebabkan 28 orang tewas dan ratusan lainnya terluka.
Ia menyatakan untuk menggelar pemilihan umum baru pada Oktober 2015, meski masyarakat internasional memintanya untuk kembali pada demokrasi, dan berjanji untuk memantau reformasi yang bertujuan membersihkan politik dan masyarakat.