Jumat 05 Sep 2014 17:00 WIB

UNICEF: Satu dari Tiga Korban Pembunuhan adalah Anak-anak

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Satu dari lima korban pembunuhan di dunia adalah anak-anak. Demikian laporan terbaru yang dirilis badan PBB urusan Anak-anak  UNICEF.

Laporan berjudul ‘Dibalik Tatapan Mata Polos’ (The Hidden in Plain Sight) menganalisa data dari 190 negara di dunia dan mendapati jumlah statistik yang mencengangkan atas kasus pembunuhan anak, kekerasan dalam rumah tangga dan pemerkosaan. Laporan itu menemukan kalau kejahatan terhadap anak-anak umum terjadi di dalam rumah dan dilakukan oleh perawat anak.

Juru bicara UNICEF untuk Kawasan Timur dan Selatan Afrika, James Elder, mengatakan laporan ini bahkan mungkin tidak mencakup keseluruhan aspek dari masalah ini. "Kejahatan ini sering kali sangat sulit dideteksi, bahkan umumnya tidak dilaporkan sehingga hal yang paling menakutkan dari laporan ini adalah kita mengetahui adanya fakta kalau jumlah yang tercatat dalam laporan ini bisa jadi jauh lebih rendah dari realitas sebenarnya,” papar Elder, baru-baru ini.

Laporan UNICEF ini mengungkapkan ada 120 juta orang gadis telah dipaksa berhubungan intim dan melakukan aktifitas seksual sebelum mereka berusia 20 tahun. Selain itu data yang dikumpulkan juga menemukan di sejumlah negara, 80% dari wanita dewasa meyakini kalau tindakan suami memukul isteri itu merupakan hal yang bisa dibolehkan.

Kondisi yang lebih buruk terjadi pada anak perempuan yang menikah pada usia remaja. Diketahui satu dari tiga atau sekitar 84 juta telah menjadi korban dari sejumlah bentuk kekerasan oleh suami maupun pasangan mereka. Laporan ini juga menyebutkan  ada jutaan anak-anak diseluruh dunia yang juga mengalami kekerasan di sekolah.

Satu dari tiga pelajar remaja mengaku telah menjadi korban bullying dan laporan juga menunjukan kalau anak-anak korban kasus kejahatan jarang yang meminta bantuan.

"Laporan ini menunjukan prevalensi kasus kejahatan terhadap anak-anak. Kita mungkin tidak selalu menyaksikan dan mendengar kejadiannya tapi sayangnya anak-anak yang merupakan kelompok masyarakat paling rentan, tidak bersalah ternyata telah menjadi korban kejahatan dalam jumlah yang cukup signifikan,” ungkap Elder lagi.

Terkait kekerasan akibat kedisiplinan, laporan ini menyebutkan hampir sepertiga orang dewasa meyakini hukuman fisik diperlukan untuk anak-anak. Namun Elder optimistis perilaku terhadap anak-anak ini akan berubah mengingat perilaku terhadap tembakau atau rokok saja sudah bisa berubah di Australia dalam kurun waktu 30 tahun  terakhir.

Dia mengatakan Australia merupakan pemimpin dibidang pembahasan terkait keselamatan anak, namun tetap ada tren yang mengkhawatirkan. "Seringkali negara memiliki aturan atau kebijakan yang bagus, tapi ini persoalan implementasi,” tegasnya.

"Apa yang terjadi di tingkat masyarakat, kemudian akan merambah pada perilaku masyarakat ke arah itu dan itu memerlukan proyek yang bersifat jangka panjang,”

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement