REPUBLIKA.CO.ID, KIEV-- Ukraina Jumat dijadwalkan menuntaskan kesepakatan gencatan senjata dengan pemberontak sesudah hampir lima bulan pertempuran menewaskan sekitar 2.600 orang di bagian timur negara itu.
Pejabat mewakili Kiev, Moskow, pemberontak dan badan keamanan Eropa OSCE mengadakan pertemuan untuk membahas usul gencatan senjata itu di Minsk. Cetak biru perdamaian itu diungkapkan pada pekan ini oleh Presiden Rusia Vladimir Putin sesudah pembicaraan dengan pemimpin Ukraina Petro Poroshenko.
Sesudah menyatakan Rusia bukan bagian dalam kemelut itu, Putin menguraikan serangkaian langkah di bawah yang Kremlin gambarkan sebagai rencana tindakan untuk mengakhiri pertumpahan darah tersebut. Pasal utama usul Putin itu ialah:
Pertama, mengakhiri gerak serang tentara, satuan bersenjata dan kelompok milisi di Ukraina tenggara di daerah Donetsk dan Lugansk. Kedua, menarik tentara Ukraina ke jarak yang membuatnya tak mungkin menembak daerah berpenduduk menggunakan senjata berat dan semua jenis peluncur roket.
Ketiga, mengizinkan pemantauan penuh dan terbuka antarbangsa atas keluhan gencatan senjata dan pemantauan keadaan di wilayah aman hasil gencatan senjata. Keempat, semua penggunaan pesawat tentara tidak diizinkan di daerah warga dan penduduk di wilayah perang.
Kelima, mengatur pertukaran orang, yang ditahan secara paksa atas dasar "semua untuk semua" tanpa prasyarat. Keenam, membuka jalur kemanusiaan untuk pengungsi dan pengiriman sarana kemanusiaan ke kota dan daerah berpenduduk di Donbass (wilayah Donetsk dan Lugansk).
Ketujuh, memungkinkan satuan datang ke permukiman rusak di wilayah Donbass untuk memperbaiki dan membangun kembali sarana serta prasarana umum dan membantu daerah itu bersiap untuk musim dingin.
Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen menyatakan siap menyambut rencana perdamaian Putin untuk Ukraina jika hal itu tulus.
"Jika pernyataan terkini Presiden Putin merupakan upaya tulus untuk menemukan jalan politik, saya akan menyambutnya, karena itulah yang kita butuhkan, upaya politik membangun," kata Rasmussen dalam jumpa pers bersama dengan Presiden Ukraina Petro Poroshenko di temu puncak NATO di Wales.