Sabtu 06 Sep 2014 14:40 WIB

Uni Eropa 'Tampar' Rusia dengan Sanksi Baru

Kanselir Jerman Angela Merkel
Foto: AP/Michael Sohn
Kanselir Jerman Angela Merkel

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL/NEWPORT, WALES -- Uni Eropa kembali menampar Rusia dengan memberlakukan sejumlah sanksi ekonomi baru--termasuk di antaranya pembatasan pinjaman bagi badan usaha milik Moskow seperti perusahaan minyak Rosneft dan anak perusahaan raksasa energi Gazprom-- Jumat (5/9).

Meski demikian, Uni Eropa membuka kemungkinan untuk mencabut sanksi-sanksi tersebut jika Moskow bersedia untuk menarik pasukannya dari Ukraina dan mematuhi kesepakatan gencatan senjata.

Selain membatasi pinjaman, Uni Eropa juga membekukan aset milik 24 warga Rusia yang berada di negara anggota sekaligus melarang mereka memasuki wilayah Eropa.

"Para duta besar menyakapi sejumlah sanksi bagi individu dan sejumlah sektor ekonomi Rusia mulai pada Senin. Rusia harus menaati gencatan senjata jika menginginkan pencabutan sanksi," kata seorang diplomat senior Uni Eropa yang mengikuti perundingan kepada Reuters.

Sebelumnya para diplomat sempat merundingkan kemungkinan penundaan sanksi sampai satu pekan untuk memberi waktu bagi Presiden Rusia Vladimir Putin menyelesaikan konflik dengan Ukraina. Namun opsi tersebut kemudian ditinggalkan.

Di sisi lain, pemerintah Ukraina dan kelompok separatis pro-Rusia menyepakati gencatan senjata pada Jumat dalam perundingan di Minsk. Namun demikian, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan bahwa kesepakatan itu tidak cukup untuk menghentikan sanksi bagi Moskow.

Merkel mengatakan bahwa Uni Eropa harus mengawasi implementasi gencatan senjata tersebut--termasuk di antaranya penarikan tentara Rusia dan pembentukan "buffer zone."

"Oleh karena itu sanksi-sanksi tersebut harus tetap diberlakukan namun dengan pertimbangan akan dicabut jika proses gencatan senjata benar-benar dipatuhi," kata Merkel.

Pada Maret lalu, Uni Eropa dan Amerika Serikat juga sempat memberlakukan sanksi bagi Rusia terkait Crimea. Sanksi itu kemudian diperberat setelah Moskow diduga secara tidak langsung mendukung gerakan separatis pro-Rusia di Ukraina timur.

Sanksi terbaru pada September ini diberlakukan setelah Uni Eropa menuduh Rusia telah mengirim sejumlah tentara ke Ukraina untuk membantu gerakan separatis.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement