REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sejak kantung plastik sekali pakai dilarang di Wilayah Utara Australia, pemakaian kantung belanja yang mudah robek ini pun berkurang drastis. Sebaliknya, penggunaan kantung plastik untuk melapisi tempat sampah meningkat tajam.
Temuan ini dilaporkan oleh Lembaga Otoritas Perlindungan Lingkungan Wilayah Utara.
Kebijakan larangan penggunaan kantung plastik untuk belanja resmi dilakukan Pemerintah Wilayah Utara Australia pada September 2011 lalu. Sebelum larangan diberlakukan, sekitar 31 juta kantung plastik macam ini dibagikan secara cuma-cuma oleh para peritel tiap tahunnya. Kini, supermarket-supermarket besar menjual kantung plastik yang lebih tebal dengan harga 15 sen per lembarnya.
Jumlah kantung plastik macam ini yang terjual pada konsumen tercatat sebesar 7,3 juta, terhitung setelah pelarangan kantung plastik sekali pakai. Tetapi di pihak lain jumlah kantung plastik pelapis tempat sampah meningkat tajam, dari 8 juta menjadi 22,2 miliar. Angka-angka ini berarti bahwa meskipun ada pengurangan sekitar sebesar 10 juta kantung plastik sejak larangan diberlakukan, belum tentu lebih sedikit bahan plastik yang sampai ke tempat pembuangan akhir.
Ini karena kantung plastik yang bisa dipakai ulang lima kali lipat lebih tebal dibanding kantung plastik sekali pakai. Sejak pelarangan diberlakukan, jumlah orang yang mendukung peraturan itu meningkat dari 64 persen menjadi 73 persen.
Stuart Blanch, direktur lembaga otoritas, menyatakan bahwa penurunan jumlah tersebut bisa jadi bagus, terutama untuk satwa-satwa laut. Penyu, misalnya, bisa salah mengira bahwa kantung plastik itu adalah ubur-ubur, dan memakan kantung tersebut.
Namun, di sisi lain, sebaiknya kantung plastik yang bisa dipakai ulang juga digunakan lebih banyak sebelum akhirnya harus dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Blanch menyarankan agar konsumen diberi kompensasi lima atau sepuluh sen per kantung saat mengembalikan kantung tersebut ke toko karena sudah terlalu banyak robekannya.