REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kelompok radikal AS telah mendapatkan dan menggunakan senjata milik AS dalam peperangan. Menurut para peneliti, mereka juga menggunakan senjata anti-tank yang dulunya dimiliki oleh pemberontak Suriah.
Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan di Irak dan Suriah oleh kelompok peneliti Conflict Armament Research, senjata-senjata tersebut telah digunakan oleh kelompok radikal ISIS. Mereka berhasil merebut sejumlah persenjataan setelah menguasai fasilitas militer Irak dan Suriah.
Dalam penelitian ini juga diungkapkan ISIS telah mengumpulkan persenjataan setelah menyerbu pemberontak Suriah yang mendapatkan senjata dari AS dan negara lainnya. Para peneliti tersebut mendokumentasikan beberapa senapan M16A4 milik AS, dua senjata mesin tipe80 milik Cina, senapan sniper Kroasia, pistol Glock 9mm, dan sejumlah senjata kecil lainnya di era-Soviet.
Dalam kasus lain, senjata buatan AS juga ditemukan oleh pasukan Kurdi di dekat Ayn al-Arab, Suriah. Menurut penyelidik lapangan Shawn Harris, senjata itu sepertinya dibawa oleh ISIS setelah menguasai kota Mosul, Irak.
"Mereka menyuplai senjata ini, dan memiliki pendekatan organisasi yang kuat untuk memindahkan senjata ini. Mereka beroperasi layaknya para profesional," katanya.
Lanjutnya, nomor seri pada sejumlah senjata yang ditemukan telah dilas. "Hal ini menunjukan pihak ketiga berusaha untuk menutupi senjata ini sebelum sampai ke tangan ISIS," jelasnya. "Sangat rapi (penghapusan nomor seri senjata)," tambahnya.
Senjata yang paling kuat yang berhasil didokumentasikan yakni dua peluncur roket anti-tank 90mm Yugoslavia, yang dikenal sebagai OSAS dan mirip dengan roket yang disuplai ke pemberontak Suriah. Sementara itu, peluncur roket 25-pound yang muncul dalam sejumlah video pertempuran di Suriah dan Irak kini diyakini jatuh ke tangan ISIS.
Pada Maret, AS mengizinkan pengiriman misil canggih anti-tank TOW ke pemberontak. Namun, senjata TOW ini tidak termasuk yang didokumentasikan oleh kelompok peneliti.
"Tak ada satupun TOW anti-tank yang jatuh ke tangan yang salah," kata Oubai Shahbandar, penasehat senior Koalisi Oposisi Suriah. "Sebagian besar bantuan militer AS digunakan oleh Free Syrian Army untuk melawan ISIS di utara Suriah," katanya dikutip dari Washington Post.