REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Presiden Prancis Francois Hollande tiba di Irak, Jumat untuk mendukung pemerintah baru, dalam kunjungan pertama oleh seorang kepala negara sejak kelompok ISIS merebut daerah-daerah luas negara itu tiga bulan lalu.
Pesawat Hollande yang mengangkut 15 ton bantuan kemnusiaan untuk dikirim ke ibu kota Kurdi, Arbil Jumat siang (12/9), setelah perundingan-perundingan di Baghdad dengan sejawatnya Fuad Masum, ketua parlemen Salim al-Juburi dan Perdana Menteri Haidar al-Abadi.
Prancis telah memasok senjata-senjata kepada pasukan Kurdi yang memerangi kelompok garis keras Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sejak Agustus dan juga membawa pasokan-pasokan kemanusiaan.
Hollande mengunjungi Bghdad bersama dengan Menteri Petahanan Jeab-Yves Le Drian dan Menteri Luar Negeri Laurent Fabius, delegasi luar negeri tingkat tertinggi sejak Irak dilanda kekacauan Juni.
Fabius mengatakan Rabu bahwa Prancis siap ikut serta dalam serangan-serangan darat yang dipimpin AS terhadap gerilyawan ISIS yang kini berganti nama IS (Negara Islam) "jika perlu" tetapi menegaskan Suriah adalah satu situasi berbeda.
Menurut sumber-sumber diplomatik Prancis, yang mencegah Prancis untuk ikut melancarkan intervensi militer di Suriah adalah kurangnya landasan hukum internasional.
"Filosofi itu sangat jelas dan mengatakan: 'dalam menghadapi ancama globa (IS) , kita perlu satu tanggapan global," kata seorang sumber diplomatik senior Prancis yang tidak bersedia namanya disebutkan.
Hollande akan terus mendesak bagi satu "solusi yang memperhitungkan beberapa segi", kata sumber itu -- tidak hanya aspek militer, tetapi juga kemanusiaan dan politik.
Pada Senin, Hollande dan Masum akan menjadi tuan rumah bersama bagi para menteri luar negeri dari kawasan itu dan sekutu-sekutu lain di Paris bagi satu konferensi internasional mengenai Irak.
Prancis menyatakan pihaknya siap menmpung puluhan ribu warga Kristen yang terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka ketika para petempur ISIS merebut daerah barat laut Irak.
Pada 10 Juni, para petempur ISIS merebut kota Mosul, yang banyak dihuni minoritas Kristen.
Pada Agustus mereka merebut dataran-dataran Nineveh, antara Mosul dan Arbil, yang merupajan tempat tinggal banyak warga Kristen termasuk kota Kristen terbesar Irak, Qaraqosh.