Jumat 12 Sep 2014 22:12 WIB

Pernikahan Usia Dini di Asia Selatan Masih Tinggi, UNICEF Prihatin

UNICEF
Foto: Twitter
UNICEF

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Hampir separuh dari anak gadis di Asia Selatan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun--menyebabkan perempuan di kawasan tersebut beresiko menjadi korban kekerasan domestik dan eksploitasi seksual, demikian laporan badan anak PBB (UNICEF) yang disiarkan Kamis (11/9).

UNICEF juga menemukan bahwa lebih dari satu juta bayi mati setiap tahunnya di kawasan itu karena buruknya layanan kesehatan.

"Negara-negara di Asia Selatan adalah salah satu tempat yang paling beresiko untuk ibu hamil dan melahirkan. Kawasan ini mencatatkan kematian ibu hamil kedua tertinggi di dunia," kata direktur regional UNICEF untuk wilayah Asia Selatan, Karin Hulshof.

"Terlalu banyak anak yang menikah dini dan terlalu banyak anak perempuan yang tidak bisa lahir," kata dia.

Di Asia Selatan terutama India, para orang tua masih sering memilih untuk menggurkan kandungan saat mengetahu bayi yang dikandung berkelamin perempuan, demikian laporan UNICEF.

"Pengguguran kandungan berdasarkan kelamin adalah manifestasi dari diskriminasi terhadap perempuan yang tertanam jauh di dalam kehidupan sosial, kultural, dan politik," tulis laporan UNICEF yang juga menulis bahwa diskriminasi tersebut dapat menimbulkan praktik perdagangan perempuan dalam bentuk pernikahan ataupun pelacuran.

Satu dari lima anak perempuan menikah sebelum mencapai usia 15 tahun, menjadikan Asia Selatan sebagai kawasan tertinggi pernikahan dini di dunia.

Bangladesh adalah negara dengan angka pernikahan tertinggi--dua dari tiga anak gadis menikah sebelum mencapai usia dewasa.

UNICEF juga melaporkan dampak kronis kekurangan gizi bagi anak di Asia Selatan--sebanyak 40 persen balita di kawasan itu terhambat pertumbuhan fisiknya.

Angka kekerdilan--sebuah kondisi yang menyebabkan kerusakan fisik permanen dan membunuh satu juta anak setiap tahunnya di seluruh dunia--secara keseluruhan turun dari 60 persen pada 1990 menjadi 40 persen pada saat ini.

Namun beberapa kawasan masih mencatatkan angka kekerdilan yang tinggi. Di India, hampir setengah dari balita di negara itu--atau lebih dari 60 juta anak--menderita gangguan pertumbuhan fisik.

Laporan UNICEF menyatakan bahwa Asia Selatan sepanjang 25 tahun terakhir telah mencapai kemajuan signifikan dalam hal pemenuhan hak anak.

Namun diskriminasi terhadap perempuan masih menghambat kemajuan itu. Sementara di sisi lain belanja negara untuk kesehatan, pendidikan dan perlindungan sosial juga masih jauh di bawah negara-negara di kawasan lain.

Pemerintah di Asia Selatan harus menetapkan kebijakan yang khusus untuk mengakhiri lingkaran setan kemiskinan yang terus diwariskan dari generasi ke generasi, demikian UNICEF mengatakan dalam laporan yang ditulis untuk memperingati 25 tahun Konvensi Hak Asasi untuk Anak itu.

Lembaga itu juga mendesak pemerintah untuk mengakhiri diskriminasi gender yang dinilai menghambat kemajuan bagi perempuan maupun laki-laki.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement