Senin 15 Sep 2014 22:57 WIB

Badan Perlindungan Konsumen Australia Selidiki Situs Kencan Online

Red:
abc news
abc news

REPUBLLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Komisi Konsumen dan Kompetisi Australia (ACCC) sekarang mulai menangani berbagai situs kencan online yang disalahgunakan untuk melakukan penipuan. ACCC menyebut beberapa situs ini tidak memberlakukan pengawasan yang ketat, sehingga banyak akun palsu yang digunakan untuk menipu pengguna lainnya.

Lembaga ini juga prihatin dengan munculnya perkembangan baru dimana beberapa situs tidak menjelaskan biaya yang harus dibayar dan juga kontrak yang tidak transparan dalam usaha mengelabui para pemakainya.

Menurut ACCC di tahun 2013, warga Australia tertipu sekitar $ 25 juta (lebih dari Rp 250 miliar) karena penipuan di situs kencan online.

Wakil Kepala ACCC Delia Rickard mengatakan bahwa para penyelidik mereka mulai hari ini akan melakukan tindakan penyelidikan diam-diam terhadap lebih dari 100 situs untuk melihat apakah mereka  menjalankan bisnis sesuai peraturan. "Kami ingin melihat apakah mereka jelas dan transparan dalam soal biaya, hak untuk berhenti, dan apakah mereka menyediakan lingkungan yang aman guna melindungi anggota mereka dari penipuan," kata Rickard, baru-baru ini.

"Sejauh ini yang kami lihat masalahnya adalah ketidakjelasan mengenai biaya, biaya yang disembunyikan dan kesulitan untuk menghentikan kontrak," tambahnya.

Penyelidikan yang dilakukan oleh ACCC merupakan bagian dari kerja tahunan yang dilakukan Jaringan Perlindungan Konsumen Internasional (ICPEN) yang melibatkan lebih dari 50 lembaga perlindungan di seluruh dunia.

Seorang penipu di Nigeria menggunakan akun palsu Gary

Salah seorang yang menjadi korban adalah Jenny, yang ditipu seorang pria bernama Gary, yang menghubunginya lewat sebuah situs kencan online ternama.

Hubungan mereka dengan cepat berubah menjadi akrab, dan di saat itulah Gary mulai meminta uang dari Jenny."Permintaan itu selalu berkenaan dengan bisnis yang dilakukannnya, mulai dari masalah uang tunai, atau ada kesalahan lain, dan juga dia memerlukan uang tunai tambahan," kata Jenny.

Permintaan uang itu dalam enam minggu mencapai lebih dari $ 400 ribu dolar (lebih dari Rp 4 miliar). Ternyata Gary adalah penipu, yang menggunakan akun palsu. Jenny mulai curiga setelah dia tidak bisa bertemu dengannya secara langsung. "Dia memang memberi alamat hotel dimana dia tinggal. Saya mencoba menelepon hotel untuk mencari tahu apakah dia memang tinggal di sana, dan akhirnya bisa membuktikan tidak ada yang tinggal di sana atas nama Gary," jelas Jenny.

Jenny akhirnya melaporkan tindakan penipuan tersebut, dan seseorang yang menggunakan akun Gary ditangkap awal tahun ini di Nigeria. Jenny mengatakan bahwa berbagai situs yang ada bisa melakukan berbagai tindakan untuk melindungi konsumen.

"Yang penting adalah peningkatan kewaspadaan. Memang mungkin mustahil untuk menghilangkan semua penipuan," katanya. "Namun situs bisa melakukan pengecekan foto dan alamat email dan informasi lain dan juga memberi tahun pengguna untuk berhati-hati dengan siapa mereka berhubungan."

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement