REPUBLIKA.CO.ID, INGGRIS - Perdana menteri Inggris mendesak warga Skotlandia untuk memberikan suara penolakan terhadap kemerdekaan Skotlandia. Hal ini disampaikan dalam pidatonya, menjelang referendum bersejarah pekan ini.
Dalam kunjungan terakhirnya ke Skotlandia sebelum pemilu Kamis (18/9) nanti, Perdana Menteri David Cameron memperingatkan suara untuk kemerdekaan tidak hanya sekadar "upaya pemisahan" tetapi "perceraian yang menyakitkan".
"Bila kemerdekaan dipilih, tidak ada cara untuk kembali, tidak ada re-run. Ini adalah keputusan sekali dan untuk semua," kata Cameron kerumunan di Aberdeen.
Dengan jajak pendapat, Cameron, pemimpin Partai Konservatif yang menarik sebagian besar dukungan dari Inggris, mendorong para pemilih untuk tidak menggunakan referendum sebagai suara protes.
"Kepala, hati dan jiwa, bersama kalian. Kami ingin kalian (Skotlandia) tetap bersama Inggris," kata Cameron.
Cameron juga menawarkan untuk mengalokasikan kekuatan tambahan untuk parlemen Skotlandia atas pajak, pengeluaran dan beberapa layanan kesejahteraan jika mereka tetap bergabung bersama Inggris.
Perjalanan Cameron ke Skotlandia pada Senin (14/9) kemarin adalah upaya terakhir untuk membujuk 500.000 pemilih yang belum memutuskan apakah mendukung Skotlandia untuk merdeka atau tidak.
Al Jazeera melaporkan dari Aberdeen, ajakan Cameron bisa saja mempengaruhi pemilih yang masih ragu-ragu.
Partai Konservatif senidir hanya memiliki satu dari 59 kursi parlemen Inggris di Skotlandia. Partai Nasional Skotlandia (SNP) yang pro-kemerdekaan telah menyingkirkan Partai Buruh dalam beberapa tahun terakhir, sehingga muncul sebagai kekuatan politik yang dominan.
Pendukung kemerdekaan mengatakan sudah saatnya bagi Skotlandia untuk memilih pemimpinnya sendiri dan memerintah sendiri, bebas dari kontrol dari London dan politisi yang mereka katakan mengabaikan pandangan dan kebutuhan mereka.
Skotlandia akan melaksanakan pemilihan umum pada hari Kamis (18/9) depan. Hasilnya akan menentukan apakah mereka akan mengakhiri persatuan selama 307 tahun dengan Inggris dan melepaskan diri dari Inggris.