REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sebuah pusat komunitas Muslim bernama Al Risalah Centre di Sydney Barat, ditutup setelah pihak pengelola mengaku hampir semua anggotanya diperiksa polisi dan satuan anti teror Australia.
Al Risalah Centre ditutup akhir pekan lalu, bersamaan dengan pengumuman pemerintah Australia menaikkan status peringatan ancaman teror ke level tertinggi. Al Risalah selama ini dikenal karena memberikan ruang bagi kalangan yang garis keras yang bersimpati dengan apa yang mereka sebut sebagai jihad global.
Direktur Al Risalah Wissam Haddad menjelaskan penutupan tempat kegiatan itu disebabkan terutama karena alasan keuangan. Namun ia mengakui, kalangan umat Islam diperlakukan tidak adil dengan usulan UU anti teror baru yang diajukan pemerintah Australia.
"90 persen orang yang datang ke tempat ini telah ditanyai oleh ASIO," jelas Haddad. ASIO adalah badan intelijen Australia.
"Anggota keluarga saya juga, serta anggota keluarga dari mereka yang sering datang ke sini," tambahnya.
Menurut Haddad, ASIO telah menanyai teman-temannya mengenai aktivitsnya di Al Risalah.
"Mereka menanyakan hal-hal seperti: dari mana sumber dana Al Risalah? Apa yang kami ajarkan di sini, Apakah saya memiliki jaringan di luar negeri," jelasnya, baru-baru ini.
Haddad secara terbuka menyatakan mendukung tujuan dari kelompok Islamic State (IS), dan menyatakan mengenal sejumlah warga Australia yang pergi ke Timur Tengah untuk bergabung dengan IS termasuk Mohamed Elomar dan Khaled Sharrouf.
Haddad mengecam keputusan pemerintah Australia mengirim pasukan dan peralatan militer ke Timur Tengah.
"Saya mengutuk keterlibatan Australia di Irak," katanya, "Siapa pun yang terlibat membunuh orang Islam di mana pun di dunia ini merupakan musuh dari setiap orang Islam."
Haddad juga mengomentari pelarangan Millatu Ibrahim, sebuah organisasi di Jemarn yang didanai oleh pendukung Al Qaeda. "Millatu Ibrahim bukan organsasi, melainkan platform untuk mengajak orang masuk Islam," jelasnya.