Kamis 18 Sep 2014 00:03 WIB

Nasionalisme Sunni, Syiah, Kristen dan Agama di Lebanon

Bendera Lebanon
Foto: bestourism,com
Bendera Lebanon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebanon adalah negara yang unik di Timur Tengah. Negara ini mempunyai sistem politik yang dibuat berdasarkan garis agama bahkan faham.

Masyarakat Kristen Maronit, Syiah maupun Sunni hidup berdampingan membentuk sebuah negara.

Dalam konteks konflik regional di Timur Tengah belakangan ini, sepeti Irak dan Suriah, ternyata hal itu berimbas pada menguatnya nasionalisme agama di Lebanon, khususnya Kristen Maronit.

Seorang Profesor Ilmu Politik di Haigazian University, Beirut, Maximilian Felsch menjelaskan, fenomena menguatnya nasionalisme Kristen itu ditandai dengan keinginan yang kuat untuk mempertahankan status Lebanon yang didominasi Kristen dengan identitas nasionalisme keimanan (confessional nationalism) di antara penganut serta meningkatkan keotonomian komunitas.

Hal itu dia ungkapkan dalam sebuah wawancara di Religioscope, Lebanon: the rise of Christian nationalism - Interview with Maximilian Felsch.

Dia menjelaskan nasionalisme iman ini berbeda dengan Funisianisme (Phoenicianism), sebuah gerakan kesukuan ras Funisia di Lebanon saat memerdekaan diri dari Kekhalifahan Turki.

Gerakan kesukuan itu (ethno-nationalism), menurutnya, mencakup semua agama yang ada di Lebanon dan diarahkan untuk mencapai tujuan bersama.

"Sedangkan (nasionalisme) Maronit, mempunyai kesamaan dengan nasionalisme Kristen pada umumnya, dengan beberapa perbedaan," jelasnya dalam wawancara pada awal September itu.

Kaum Maronit Kristen dikenal menolak terbentuknya negara Lebanon Raya tahun 1920 dalam kekuasaan Prancis.

Sementara itu, nasionalisme Sunni maupun Syiah di Lebanon terpengaruh dengan gerakan regional seperti nasionalisme Suriah dan Arab dengan ciri khas menolak penjajahan. (Baca: Alhamdulillah, Pemain Basket Muslimah Dunia Diijinkan Berhijab)

Felsch menjelaskan, nasionalisme iman di Lebanon berbeda dengan Yugoslavia. Kalangan mayoritas Kristen Maronit dinilai lebih kecil jumlahnya dibandingkan dengan Serbia yang mampu mempertahankan negaranya dan berusaha mengikat negara-negara bekas Yugoslavia dalam pengaruhnya, walaupun sebagian gagal.

Kata dia, Maronit lebih diuntungkan untuk tetap mempertahankan negara kesatuan Lebanon.

Walaupun nasionalisme iman ini telah membawa keuntungan kepada komunitas Kristen di Lebanon, menurutnya, terdapat beberapa kelemahan dan menjadi konflik politik keseharian. Di antaranya adalah rapuhnya parlemen, kesulitan memilih presiden dan susahnya mencapai kesepakatan dalam pembentukan undang-undang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement