REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Militan Negara Islam Irak dan Suriah, yang sekarang berganti nama ISIS/IS (Negara Islam), mempublikasikan majalah bernama Dabiq dalam sejumlah bahasa di Eropa untuk meradikalkan orang-orang asing sekaligus mengajak mereka bergabung.
Majalah itu, seperti dilansir Kantor Berita RIA Novosti Rusia, berisi arahan-arahan untuk invasi, bualan untuk membunuh, dan prediksi akan kedatangan kiamat. (Baca: Benarkah 'Kekhalifahan Amerika' akan Berdiri di Dunia?)
"Anda akan menginvasi Semenanjung Arab, dan Allah akan memungkinkan Anda untuk menaklukkannya. Anda kemudian akan menginvasi Persia, dan Allah akan memungkinkan Anda untuk menaklukkannya. Anda kemudian akan menginvasi Roma, dan Allah akan memungkinkan Anda untuk menaklukkannya. Kemudian Anda akan melawan Dajal, dan Allah akan memungkinkan Anda untuk menaklukkannya," demikian isi penerbitan kedua majalah Dabiq.
Majalah itu disebut penuh dengan pesan-pesan anti-AS dan penerbitnya membagi orang-orang dalam dua golongan, "golongan Islam", dan "golongan kafir".
Pakar dari Dewan Hubungan Luar Negeri Robert Danin menjelaskan bagaimana majalah itu memakai strategi propaganda. (Baca: ISIS Unggah Video Ancaman ke AS)
"Di situ terdapat strategi propaganda IS: menggunakan tradisi apokaliptik, dengan negara barat sebagai Romawi baru, untuk mengerahkan pengikut. Baik organisasi maupun orang yang baru direkrut memahami naskah ini, membuat semuanya semakin relevan dan menarik dengan perdebatan baru tentang serangan udara AS ke Suriah," kata Danin.
Majalah Dabiq juga memajang foto-foto mayat, gedung-gedung yang dihancurkan, porsi besar untuk pemenggalan jurnalis Amerika James Foley. (Baca: Banyak Warga Barat Suka ISIS, Apa Sih Daya Tariknya?)
Nama majalah itu juga memiliki arti karena diambil dari nama kota di utara Suriah yaitu tempat dengan sejarah besar dan arti penting agama.
Negara-negara barat menyatakan keprihatinan mereka menyusul peningkatan jumlah warga AS dan Eropa yang bepergian ke Irak dan Suriah untuk membela IS.
Negara-negara barat juga mulai mengubah peraturan perundang-undangan negara mereka. Undang-undang itu berisi larangan bagi warga negaranya yang terlibat dalam konflik bersenjata di luar negeri agar tidak kembali ke neagara asal.