REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Parlemen AS menyetujui pelatihan dan pemberian senjata untuk pemberontak Suriah. Mereka telah menyelenggarakan pemungutan suara guna memperkuat pasukan oposisi melawan ISIS.
Aljazeera melaporkan, sebanyak 273 anggota DPR menyetujui rencana Barack Obama untuk menghancurkan kelompok radikal ISIS, pada Rabu. Sejumlah pejabat dari Partai Demokrat mengatakan langkah ini dapat membuka pintu bagi AS untuk mengintervensi peristiwa di Timur Tengah.
Dukungan ini diberikan menyusul pernyataan Obama yang menyatakan tak akan mengirimkan pasukan AS dalam serangan darat di Irak. AS pun tercatat telah melakukan 174 serangan udaranya terhadap ISIS di Irak sejak pertengahan Agustus.
DPR juga menyetujui permintaan Obama untuk menggelontorkan dana sebesar 500 juta dolar AS. Dana juga akan digunakan untuk memperkuat pemberontak di Suriah.
Obama menekan Kongres agar memberikannya perlindungan politik untuk memulai serangan militer di Suriah terhadap ISIS. Meski pun begitu, Gedung Putih dan anggota parlemen lainnya meyakini, ia memiliki wewenang konstitusi untuk melakukan serangan udara di Suriah guna melindungi kepentingan AS.
Ketua DPR, John Boehner pun menyambut pemungutan suara yang digelar. Ia menyebut langkah tersebut sebagai langkah yang penting dan langkah awal untuk mengalahkan ISIS.
Saat mengunjungi pangkalan militer di Florida, Obama mengatakan tak akan melakukan pertempuran lagi di Irak. Obama yang telah tiba di Tampa, Florida dan bertemu dengan pejabat tinggi militer menyatakan, pasukan AS yang dikirimkan ke Irak tidak akan terlibat dalam misi pertempuran.
"Kita tidak bisa melakukan apa yang Irak bisa lakukan," kata Obama, dikutip dari BBC.
Obama juga menekankan, negara pendukungnya seperti Inggris dan Prancis akan mengirimkan pesawat pengintai. Serta Arab Saudi yang akan yang turut mendukung dengan melakukan program pelatihan bagi pemberontak Suriah.
Pernyataannya ini menyusul pernyataan ketua kepala gabungan staf Jenderal Martin Dempsey yang mengatakan akan merekomendasikan pengerahan pasukan darat jika serangan udara gagal dilakukan.
Sementara itu, menteri luar negeri Iran, Javad Zarid, mengatakan ISIS merupakan fenomena yang berbahaya. Namun, kelompok ini tidak dapat dikalahkan menggunakan serangan udara.
Sedangkan, Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi menolak pasukan asing bertempur di negaranya. "Tak hanya tak diperlukan. Kami tak menginginkan mereka. Kami tak akan mengizinkan mereka," katanya.