Jumat 19 Sep 2014 01:07 WIB

Kampanye Anti-ISIS Australia, Pemerintah Tahan 15 Warganya

Australia
Foto: AP
Australia

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia melakukan penggerebekan anti-terorisme terbesar, Kamis, dengan menahan 15 orang dan menggagalkan rencana anggota milisi Negara Islam (IS/ISIS) untuk melakukan "pembunuhan", yang menurut laporan termasuk merekam pemenggalan kepala korban.

Operasi yang dilaksanakan tengah malam di Sydney dan Brisbane dilakukan oleh lebih dari 800 personel berdasarkan 25 surat perintah penggeledahan. Sejauh ini ada satu orang yang dituntut dengan tuduhan pelanggaran berat atas kasus terorisme dan direncanakan untuk diadili di hari yang sama.

Setidaknya ada satu senjata api disita. (Baca: Dubes Yordania Sebut ISIS tidak Representasikan Islam)

Penggerebekan itu, yang dilakukan di beberapa pinggiran kota, dilaksanakan hampir sepekan setelah pihak Australia menaikkan tingkat kewaspadaan ancaman teror ke level "tinggi", yang pertama kalinya terjadi dalam satu dasawarsa setelah munculnya kekhawatiran atas milisi yang kembali ke Australia dari pertempuran di Irak dan Suriah.

"Polisi meyakini bahwa kelompok itu bermaksud merealisasikan sebuah rencana tindakan kekerasan acak di Australia," kata Kepala Polisi Federal Andrew Colvin.

"Tindakan-tindakan kekerasan tersebut terutama terkait dengan aksi kekerasan terhadap masyarakat umum." ungkap Colvin.

Hal ini dibandingkan dengan kasus pembunuhan tentara Inggris Lee Rigby, yang dibacok hingga tewas di jalanan Inggris satu tahun yang lalu oleh dua orang mualaf.

Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengatakan telah memperoleh informasi intelijen yang menjelaskan bahwa milisi IS telah mengeluarkan perintah untuk eksekusi warga.

"Perintah-perintah langsung ini datang dari seorang warga Australia yang memiliki jabatan tinggi di ISIL (Negara Islam Irak Levant) yang memiliki jaringan dan dukungan untuk menjalankan percobaan pembunuhan di negara ini," ungkapnya lebih lanjut.

"Jadi ini bukan hanya kecurigaan, ini adalah sebuah tindakan yang memiliki tujuan. Oleh karena itu kepolisian beserta badan keamanan memutuskan untuk bertindak seperti yang sudah mereka jalankan."

ABC menyatakan bahwa dokumen-dokumen pengadilan diharapkan dapat membongkar rencana mereka untuk menculik seorang warga secara acak di Sydney, membungkus mereka dengan bendera IS lalu memenggalnya di depan kamera.

"Dakwaan tersebut akan terkait dengan kekerasan serius kepada seorang warga secara acak di jalanan di negara bagian New South Wales," kata Colvin

"Mari kita biarkan semua berjalan semestinya di pengadilan," lanjutnya.

Ancaman yang sangat serius

Pemerintah Australia meyakini ada sekitar 60 warganya yang berjuang dengan milisi IS, sementara 100 lainnya bekerja secara aktif untuk memberi dukungan gerakan tersebut dari Australia.

"Orang-orang ini, dengan sangat menyesal saya ungkapkan, tidak membenci kita karena apa yang kita lakukan, namun mereka membenci kita karena cara hidup kita dan itu yang menjadikan kita target mereka." ungkap Abbott.

"Sangat penting bagi kepolisian dan organisasi keamanan kita untuk berada satu langkah di depan mereka, dan pada pagi hari ini kami melakukannya," katanya.

Penggerebekan terbaru itu dilakukan setelah penangkapan dua orang yang didakwa dengan tuduhan dugaan perekrutan, pembiayaan dan pengiriman milisi ke Suriah.

Dan Rabu kemarin, sebuah bisnis transfer uang yang berlokasi di Sydney ditutup karena adanya kehawatiran bisnis tersebut digunakan untuk menyalurkan dana-dana bantuan ke Timur Tengah yang digunakan untuk mendanai tindakan-tindakan terorisme.

Komisaris Polisi NSW Andrew Scipione mendesak publik untuk tenang.

"Saat ini adalah waktunya untuk tenang. Kita perlu memberitahu masyarakat bahwa mereka aman," katanya.

Keputusan untuk meningkatkan level ancaman teror minggu lalu setelah bertahun-tahun pada level sedang secara resmi berarti bahwa "ada kemungkinan serangan teroris". Peningkatan level itu muncul setelah peringatan-peringatan serangan teror yang berulang-kali dikeluarkan oleh pemerintah.

Meningkatnya level ancaman "bukan didasarkan pada pengetahuan sebuah rencana penyerangan yang spesifik, namun lebih kepada kumpulan bukti-bukti yang merujuk pada meningkatnya kemungkinan adanya serangan teroris di Australia," kata Abbott saat itu.

"Badan-badan keamanan dan intelijen khawatir pada meningkatnya warga Australia yang bekerja, berhubungan, atau terinspirasi dengan kelompok-kelompok teroris seperti IS, Jabhat Al-Nusrah, dan Al-Qaeda," ungkapnya. "Ancaman yang mereka tunjukkan telah meningkat sejak setahun belakangan," katanya.

Ia mengatakan peringatan pada level tinggi berada hanya satu tingkat dibawah level "ekstrim"-- level paling puncak-- yang menandakan "sebuah serangan teroris akan segera atau telah terjadi."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement