REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia meningkatkan keamanannya. Hal ini menyusul adanya ancaman dari ISIS di negara tersebut yang menargetkan Perdana Menteri, kalangan parlemen, dan para pemimpin di Australia.
Disebutkan, ada informasi yang menyebutkan militan ISIS merencanakan 'peragaan eksekusi' di negara kanguru tersebut.
Perdana Menteri Australia, Tony Abbot ketika ditanya mengakui adanya informasi yang menyebut ada kemungkinan penyerangan terhadap pejabat tinggi di Australia.
"Ada obrolan, selama ini ada obrolan yang menargetkan orang-orang di pemerintahan. Tidak ada keraguan soal itu karena itu kita dalam proses meningkatkan keamanan di Gedung Parlemen di Canberra," katanya.
Ia mengatakan telah memberikan kewenangan keapda polisi federal untuk menjaga keamanan di parlemen. Padahal sebelumnya keamanan di wilayah tersebut diserahkan pada petugas keamanan gedung parlemen. Namun, ancaman yang ada menyebutkan gedung parlemen telah dijadikan target dan disebut sebagai 'target potensial'
Sebelumnya, ratusan petugas kepolisian melancarkan operasi besar sebelum fajar di seantero Sydney dan Brisbane pada Kamis (18/9).
Dari 15 orang yang ditahan dalam penyergapan itu, satu orang dikenai tuntutan melakukan kegiatan yang terkait dengan terorisme. Sedangkan sembilan lainnya telah dibebaskan.
Petugas menyita setidaknya satu senjata dan satu pedang.
Omarjan Azari (22 tahun) tetap ditahan di penjara dengan tuntutan berencana melakukan kegiatan teroris.