REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekjen PBB Ban Ki-moon, Kamis, mengatakan akan membentuk misi khusus untuk mengatasi Ebola setelah jumlah korban tewas kini mencapai 2.630 orang.
"Keseriusan dan tingkat keadaan sekarang membutuhkan tindakan level internasional, yang belum dilakukan, karena kondisi darurat kesehatan," kata Ban.
Ia juga mengatakan akan menunjuk perwakilan khusus untuk Misi PBB dalam Respon Darurat Ebola dan mengirim bantuan berupa tenaga manusia, serta sumber-sumber keuangan dan perlengkapan.
"Misi internasional ini memiliki lima prioritas, yaitu menghentikan penyebaran, mengobati orang yang terinfeksi, menjamin pelayanan penting, menjaga stabilitas dan mencegah penyebaran lebih luas," katanya.
DK PBB juga mengesahkan resolusi yang menyerukan negara-negara untuk "mencabut larangan dan pembatasan perjalanan yang diterapkan agar tidak terjadi isolasi pada negara terinfeksi dan melemahkan upaya mereka untuk mengatasi wabah itu".
Sebelumnya DK PBB telah mengumumkan merebaknya Ebola di Afrika Barat sebagai ancaman pada perdamaian dan keamanan internasional.
Terkait respon pada epidemi Ebola, Prancis mengumumkan turut mengeluarkan bantuan sekaligus menjadi negara barat terbaru yang memberiban bantuan.
Presiden Perancis Francois Hollande mengumumkan penyebaran rumah sakit militer ke daerah terpencil lokasi pertama kali penyebaran virus itu pada Maret, yakni Forest Region di selatan Guinea.
Virus itu telah menginfeksi setidaknya 5.357 orang, sebagian besar di Guinea, Sierra Leone dan Liberia, serta menyebar di Senegal dan Nigeria.
Dengan sistem perawatan kesehatan yang minim selama menghadapi wabah, Hollande mengatakan bantuan Prancis tidak hanya terbatas dalam bentuk 150 juta euro yang dijanjikan Uni Eropa.
"Kita harus menyelamatkan kehidupan. Saya telah meminta menteri pertahanan bekerja sama mengkoordinasikan tindakan ini termasuk perlindungan dokter militer dan sipil," kata Hollande dalam konferensi pers.
Direktur Jenderal WHO, Margaret Chan, mengatakan gelombang bsntusn dapat membantu mengubah kondisi sekitar 22 juta orang di negara-negara yang paling parah terinfeksi.
"Di negara-negara yang paling parah terkena virus, lonjakan kasus yang berlipat ganda mendorong pemerintah ke ambang kegagalan negara," kata Chan dalam pertemuan dengan 15 anggota Dewan Keamanan.
Presiden internasional untuk Yayasan Kesehatan Medecins Sans Frontieres meminta negara anggotanya untuk mengikuti keputusan negara-negara yang berkomitmen bergabung dalam usaha melawan Ebola.
"Kita membutuhkan tindakan nyata yang konkrit sekarang. Kecepatan adalah kuncinya," kata Joanne Liu.
Ia mengajak negara-negara untuk berkomitmen mengerahkan aset dan petugasnya secepat mungkin.
"Meskipun sekarang sudah sangat terlambat, janji mereka yang ambisius, seperti AS atau Inggris, harus diterapkan sekarang. Kita tidak punya bulan atau minggu untuk menunggu. Ribuan nyawa dipertaruhkan," katanya.
Presiden AS Barack Obama, telah menetapkan penyakit itu sebagai ancaman bagi keamanan global dan berjanji menerjunkan 3.000 pasukan untuk membantu menahan perluasan penyakit.
Pesawat terbang C-17 AS mendarat di bandara internasional Monrovia pada Kamis dengan tim teknis untuk menilai kapasitas landasan dalam menerima pesawat besar.
AS juga berencana membangun 17 pusat perawatan dengan 100 tempat tidur di Liberia, serta melatih ribuan pekerja kesehatan.
Inggris juga mengumumkan pada Rabu, akan menyediakan lebih dari 700 tempat tidur perawatan di bekas koloninya, Sierra Leone.
Pasukan Prancis akan ditempatkan di kawasan yang berstigma menakutkan karena tingginya penularan penyakit.
WHO, Kamis, memperingatkan tidak ada tanda-tanda penurunan penyebaran wabah, khususnya di tiga negara yang paling parah terinfeksi.
WHO mengatakan gelombang di Liberia terbentuk oleh peningkatan jumlah kasus di ibu kotanya, Monrovia, sehingga membutuhkan 1.210 tempat tidur, lima kali lebih banyak dari kapasitas sekarang.
Selain masalah Ebola yang tak kunjung surut, ditemukan delapan korban tewas, termasuk tiga jurnalis, di kawasan terpencil selatan Guinea. Mereka termasuk dalam tim yang mengajar penduduk lokal di kawasan itu tentang resiko virus Ebola.
"Delapan korban ditemukan di jamban desa. Tiga di antaranya dengan tenggorokan tergorok," kata Damantang Albert Camara.
Sementara itu berita baik menyatakan jika data terakhir menyebutkan tidak ada pertambahan korban jiwa di Sierra Leone sejak laporan terakhir.
Pemerintah Sierra Leonne telah mengunci negara itu dengan membatasi pergerakan sejak Kamis malam. Pemerintah mengatakan aksi ekstrim dibutuhkan untuk menahan penyebaran virus.
"Hindari saling menyentuh, memakan daging satwa liar, mengunjungi orang terinfeksi, dan mendatangi makam, serta lapor pada tempat kesehatan terdekat jika ada yang terjangkit atau meninggal," kata President Ernest Bai Koroma.
"Kami tahu beberapa hal yang kami minta menyulitkan, namun hidup lebih berharga dari kesulitan itu," katanya.
Meski begitu, banyak orang khawatir keputusan itu mengakibatkan lebih banyak kesulitan untuk salah satu negara termiskin di dunia itu. Mereka juga mempertanyakan efektifitas dari keputusan itu.