REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING-- Serangkaian ledakan terjadi di sejumlah lokasi di Xinjiang, Cina, pada Ahad (21/9). Peristiwa tersebut menewaskan dua orang dan banyak orang terluka.
Channel News Asia melaporkan, ledakan melanda sedikitnya tiga lokasi di daerah Luntai, termasuk daerah perbelanjaan. Laporan dari situs resmi pemerintah Xinjiang tak mengatakan apa yang menyebabkan ledakan. Laporan juga tak memberikan jumlah korban cedera.
Pejabat lokal tak memberikan rincian tentang ledakan pada Ahad. Namun seorang wanita yang bekerja di sebuah hotel dekat ledakan mengatakan pada AFP, ia mendengar ledakan tapi tak punya penjelasan lain. Seorang perempuan lain di hotel terpisah mengatakan, jalan menuju pusat perbelanjaan telah diblokir.
"Polisi terlihat di mana-mana di sekitar mal," katanya.
Juru bicara kelompok pengasingan Kongres Uighur Dunia Dilxat Raxit mengatakan, kebijakan Cina telah mendorong protes keras. Aksi dilakukan untuk mempertahankan martabat mereka menurutnya.
Juga pada Senin (22/9), media pemerintah melaporkan sekitar 17 pejabat pemerintah di Xinjiang telah dipecat. Mereka dianggap gagal mencegah serangan teroris. Sejumlah pejabat Partai Komunis di daerah Shache termasuk dari mereka yang dipecat.
Pemecatan terkait serangan pada 28 Juli, di kota Kashgar. Pemerintah mengatakan, 37 orang warga sipil tewas dalam serangan. Sementara itu 59 terduga teroris ditembak mati oleh pasukan keamanan di dua kota di Shache. Xinhua melaporkan, 215 orang lainnya ditangkap.
Xinjiang merupakan wilayah kaya sumber daya alam. Daerah tersebut merupakan rumah bagi sekitar 10 juta etnis Uighur, yang sebagian besar menganut agama Islam. Banyak yang mengeluh mengenai kesenjangan ekonomi dan diskriminasi di sana. Cina kerap melebih-lebihkan ancaman, untuk membenarkan langkah-langkah pengamanan ketat di Xinjiang.
Tahun lalu, bentrokan antara penduduk setempat dan pasukan keamanan di Xinjiang menargetkan warga sipil. Peristiwa tersebut menewaskan lebih dari 200 orang.
Beijing menyalahkan kekerasan tersebut pada teroris, yang dianggap menginginkan kemerdekaan. Sementara kelompok-kelompok HAM mengatakan, penindasan budaya dan agama warga Uighur memicu konflik.
Serangan telah tumbuh dalam setahun terakhir dan menyebar ke luar daerah. Di antara serangan paling mengejutkan terjadi pada serangan Mei, di sebuah pasar di Urumqi. Saat itu lebih dari 30 orang tewas. Selain itu serangan di stasiun kereta api Kunming pada Maret, menewaskan 29 orang.
Cina selama ini meluncurkan tindakan keras di wilayah tersebut, setelah serangan Urumqi. Mereka menahan ratusan orang yang dituduh sebagai teroris. Awal bulan ini tiga orang Uighur dijatuhi hukuman mati, sementara sejumlah lainnya menjalani hukuman penjara seumur hidup terkait serangan di Kunming.
Pihak berwenang Xinjiang sejauh ini melakukan kontrol ketat pada setiap pertemuan keagamaan. Mereka bahkan melakukan kampanye melarang penggunaan jilbab dan jenggot, yang identik dengan Islam.