REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Dulu hal seperti ini hanya tampak dalam film-film fiksi sains, namun sekarang drone mulai semakin banyakdigunakan untuk bermain maupun alat kerja di Australia. Karenanya muncul debat apakah penggunannya harus memiliki izin atau tidak.
Beberapa pengguna drone ini, ada yang memiliki lisensi komersial untuk mengoperasikan drona tersebut. Namun pihak berwenang mengatakan banyak lagi yang sudah menggunakannya tanpa latihan yang memadai dalam cara menggunakannya.
Drone adalah pesawat atau wahana tanpa awak, yang banyak dikenal karena digunakan dalam perang oleh Amerika Serikat guna menghancurkan musuh, namun sebenarnya drone ini bisa digunakan di berbagai bidang lain.
Di Australia saat ini, siapa saja bisa membeli dan mengunakan drone, namun mereka yang ingin menggunakannya untuk kepentingan komersial, harus memiliki lisensi. Menurut Peter Gibson, dari Otoritas Penerbangan Sipil (CASA), dengan harga drone semakin murah dari sebelumnya, semakin banyak orang yang mengajuukan permintaan ijin untuk menggunakannya ke CASA.
"Kenaikan bisa disebut dua kali lipat. Saat ini ada sekitar 200 pengguna berlisensi di Australia, dan sekarang kita permintaan izin terus masuk." kata Gibson baru-baru ini.
Menurut perkiraan saat ada sekitar 12 ribu orang yang memiliki drone, dan sekitar seribu diantaranya menggunakannya untuk kepentingan bisnis, namun pemegang lisensi masih tidak sebanyak itu.
Menurut Brad Mason dari CASA, ada risiko keamanan yang mungkin terjadi sehubungan dengan penggunaan drone tersebut. "Bila mereka tidak mengetahui peraturan penerbangan, dan tidak tahu mengenai ruang udara yang mereka gunakan, mereka bisa membuat pesawat lain mengalami masalah dan karenanya juga warga." kata Mason.
Para peneliti masih belum sepakat apakah semua drone ini memerlukan lisensi. Peneliti Lian Pin Koh memulai perusahaan non profit Conservation Drones dua tahun lalu dan sudah berbicara dengan berbagai badan lingkungan di Australia mengenai penggunan drone untuk memonitor perkembangan tanaman liar dan juga binatang.
Dia mengatakan bahwa banyak peneliti bingung apakah kegiatan seperti ini memerlukan lisensi komersial. "Bagi para peneliti, kami tidak mengerti kami masuk dalam kategori yang mana." katanya.
"Ada yang mengatakan kami masuk dalam kategori komersial, namun kami merasa tidak, kami tidak mencari keuntungan.
Untuk mendapatkan lisensi komersial, biayanya sekitar $ 3.500 (sekitar Rp 35 juta) namun utuk terbang di kawasan padat penduduk diperlukan ijin tambahan, yang biasanya baru keluar setelah tiga bulan atau lebih.
Menurut peneliti seperti Jerome Buhl, berbagai izin tambahan dan juga biaya tinggi untuk mendapatkan lisensi bisa mempengaruhi berbagai proyek penelitian. "Hanya beberapa peneliti yang akan bisa menerbangkan drone ini, dan akan semakin susah menularkan teknik ini ke institusi baru, dan menjajaki kemungkinan baru untuk menggunakannya."
CASA mengatakan penggunaan drone bagi penelitian akan diteliti kasus per kasus.