REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir memulai upaya mediasi antara gerakan Hamas dan Fatah untuk melanjutkan proses rekonsiliasi Palestina, Rabu (24/9).
Pertemuan, yang diluncurkan di bawah naungan kepala intelijen Mesir Mohammad Farid Al-Tohamy, akan membahas proses rekonsiliasi dan pekerjaan pemerintah koalisi di Gaza yang dipimpin Rami Al-Hamdallah.
Pertemuan tersebut akan membahas penerapan kesepakatan yang ditandatangani sebelumnya antara kedua pihak. Kemudian blokade Gaza dan rekonstruksi yang disebabkan oleh serangan Israel baru-baru ini di kota Gaza.
"Perundingan dua hari itu akan dipusatkan pada pembahasan mengenai pengembalian (pemerintahan persatuan) di Jalur Gaza serta penerapan kewenangannya tanpa ada halangan", kata ketua delegasi Fatah, Azzam Al-Ahmad seperti dilansir AFP.
Perundingan dilakukan setelah delegasi gabungan Palestina dan Israel sepakat untuk mengadakan pembicaraan tidak langsung pada akhir Oktober untuk mencapai perdamaian abadi di Gaza.
Di bawah mediasi Mesir, Israel dan Palestina pada 26 Agustus sepakat untuk melakukan gencatan senjata yang mengakhiri perang 50 hari.
Namun agar dapat berunding dengan Israel pada Oktober, perpecahan internal Palestina harus terlebih dahulu disingkirkan. Karenanya, kedua faksi berseteru harus menyetujui strategi bersatu dalam perundingan dengan para perunding Yahudi.
Pihak yang bersaing di Palestina membangun pemerintahan bersatu yang independen pada Juni namun kembali terlibat dalam perselisihan. Abbas mengancam akan mengakhiri pemerintahan dan menuding Hamas menjalankan pemerintahan paralel sebagai penguasa di Jalur Gaza.
Sebaliknya, Hamas menuduh Otoritas Palestina pimpinan Abbas yang berpusat di Ramallah tidak menggaji 45 ribu pegawainya di Jalur Gaza.
Keberadaan pemerintahan bersatu juga penting menjelang konferensi bantuan internasional pada 12 Oktober yang akan dituanrumahi Kairo. Serta akan membahas masalah pembangunan kembali Jalur Gaza.