REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Serangan besar Taliban di Afghanistan timur selama pekan lalu telah menewaskan 100 warga sipil dan petugas keamanan, 12 di antaranya dilaporkan tewas karena dipenggal kepalanya.
Sementara itu kekerasan menjadi semakin buruk dengan ditariknya pasukan pimpinan Amerika Serikat dari negara itu. Selama pertempuran musim panas ini, pasukan Taliban memasuki sejumlah provinsi, memanfaatkan kebuntuan politik di Kabul menyangkut hasil pemilihan presiden yang diperdebatkan.
Serangkaian serangan terbaru telah dipusatkan di wilayah Ajristan di provinsi Ghazni di timur setelah berlangsungnya serangan-serangan dalam beberapa bulan terakhir ini di provinsi Kandahar, Helmand dan Logar.
"Para milisi memenggal kepala 12 warga sipil di empat desa," kata Mohammad Ali Ahmadi, wakil gubernur Ghazani, kepada AFP, Jumat (26/9).
"Kami tidak memiliki angka yang pasti, namun kami perkirakan 80 hingga 100 orang telah terbunuh dalam satu pekan terakhir ini.''
"Pertempuran sengit melibatkan ratusan anggota Taliban melawan pasukan keamanan."
Pada saat ini, kondisi di wilayah ini sangat kritis. Kami diberi tahu oleh pemerintah pusat bahwa mereka telah mengirimkan (pasukan) untuk melakukan penguatan."
Ahmadi mengatakan Ajristan memiliki resiko tinggi untuk jatuh ke bawah kendali Taliban. Ia menambahkan bahwa 60 hingga 70 rumah dibakar habis dan komunikasi dengan pasukan keamanan di distrik itu sangat terbatas.
Wakil kepala kepolisian Ghazni, Asadullah Ensafi, membenarkan keterangan rinci soal serangan tersebut dan mengatakan pertempuran sengit berlangsung pada Jumat.
Kementerian dalam negeri di Kabul tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar dengan segera. Pemerintah telah mengatakan bahwa tentara-tentara dan polisi Afghanistan selama ini selalu berhasil memukul balik serangan Taliban dalam bulan-bulan terakhir.
Pasukan Afghanistan yang berkekuatan 350.000 personel telah mendapatkan pelatihan dari awal sejak 2001 oleh koalisi NATO yang dipimpin AS. Koalisi tersebut saat ini secara bertahap mundur dari peperangan di Afghanistan.
Seluruh operasi tempur NATO akan berakhir pada akhir tahun ini, namun sekira 12.000 tentara akan tinggal hingga tahun depan untuk melanjutkan pelatihan dan misi dukungan.
Kebuntuan terkait pemilihan sejak Juni itu akhirnya bisa terpecahkan pada Minggu dengan dicapainya sebuah kesepakatan menyangkut "pemerintahan bersatu".
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Ashraf Ghani akan bertindak sebagai presiden dan saingannya Abdullah Abdullah mengambil peranan baru sebagai kepala eksekutif.